25 radar bogor

Banyak Anggarkan Proyek tak Penting

BOGOR-lambannya serapan anggaran pendapatan, dan belanja daerah (APBD) kota bogor, seolah menjadi cambuk baru para pengusaha kontruksi di kota hujan. pasalnya, banyak proyek yang berujung masalah lantaran memang tidak penting untuk dianggarkan.

Wakil Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Kota Bogor Bindang Konstruksi, Agus Lukman menuturkan, banyak pengerjaan yang dianggarkan dalam APBD Kota Bogor, tapi tidak masuk dalam kategori penting untuk dilakukan. Buktinya, kerapkali pengusaha konstruksi yang bernaung di Kadin Kota Bogor menerima pekerjaan tanpa ada konsep pengerjaan.

“Anggaran yang diusulkan lewat belanja langsung proyek, tidak mendasar secara teknis. Terbukti, dengan tidak adanya gambar yang siap untuk dilaksanakan di lapangan,” kata Agus. Kini, meskipun bertabur proyek yang teranggarkan di APBD 2017, para pengusaha konstruksi asal Bogor malah gigit jari. Pasalnya, dari 158

perusahaan konstruksi yang terdaftar di Kadin Kota Bogor, Dinas PUPR Kota Bogor hanya memberikan sebanyak 104 paket proyek penunjukan langsung (PL) APBD. Padahal,ada sekitar 700 paket proyek PL pada Dinas PUPR Kota Bogor. “Yang 104 itu dibagikan kepada anggota kami, berjumlah 158 perusahaan. Artinya, ada kurang lebih 600 paket yang belum jelas,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Yusfitriadi, kecewa lantaran apa yang direncanakan dalam APBD tidak tepat sasaran. Pasalnya, jika memang apa yang dianggarkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat maka proyek tersebut akan berjalan lancar tanpa hambatan.

“Ketika perencanaan itu tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, akan banyak mendapatkan hambatan yang mengakibatkan anggaran tak terserap,” jelasnya.

SKPD sebagai pengguna anggaran juga menurutnya patut dievaluasi kinerjanya. Tak hanya SKPD, DPRD sebagai lembaga pengawasan juga dinilai lemah lantaran hanya melakukan pengawasan setahun sekali. “Ini yang saya tekankan, lemahnya peran pengawasan legislatif. Seharusnya legislatif tidak muncul hanya pada evaluasi tahunan,” terangnya.

Padahal, jika peran pengawasan dilakukan legislatif setiap tiga bulan sekali, hal itu bisa menggenjot serapan anggaran. Jika pengawasan di akhir tahun, hasil evaluasinya tidak memengaruhi serapan anggaran di tahun yang sama. “Kalau peran legislatifnya pertiga bulan sekali, maka bisa merekomendasikan prioritas serapan anggaran yang mana harus didahulukan. Lemahnya peran pengawasan ini akan memunculkan kinerja yang lemah juga,” kata Yus. (rp1/c)