25 radar bogor

Di Balik Kisah Pernikahan Terlarang Sesama Pria di Jember

BERUJUNG KASUS HUKUM: Ayu Puji Astutik alias Saiful Bahri saat dibawa ke Mapolsek Panti, Jember. (foto kiri) Muhammad Fadholi dan Saiful Bahri saat menikah.
BERUJUNG KASUS HUKUM: Ayu Puji Astutik alias Saiful Bahri saat dibawa ke Mapolsek Panti, Jember. (foto kiri) Muhammad Fadholi dan Saiful Bahri saat menikah.

Karena sudah merasa nyaman, Muhammad Fadholi tetap menikahi Ayu Puji Astutik alias Saiful Bahri meski kekasihnya itu mengaku waria. Tetangga mengenal Saiful sebagai perempuan yang suka menolong, pintar memasak, dan tak lupa membeli pembalut tiap bulan.

TIAP kali ada tetangga yang hajatan, Ayu Puji Astutik selalu jadi langganan untuk dimintai bantuan memasak. Sebab, racikan bumbunya terkenal enak. ”Semua kalah kalau soal masakan (dengan Ayu, Red),” kata Bu Er, salah seorang tetangga di Dusun Plalangan, Desa Glagahwero, Jember, Jawa Timur.

Sepekan sekali Ayu juga rajin ikut pengajian di kampung asal sang suami, Muhammad Fadholi, di Kecamatan Panti tersebut. Salat berjamaah di masjid juga sering. Tentu di bagian perempuan. ”Setiap tetangga ada kesusahan, dia juga menolong,” lanjut Bu Er kepada Jawa Pos Radar Jember.

Karena itu, para tetangga seolah tak percaya ketika pada Senin (23/10) dia diamankan petugas Polsek Panti bersama sang suami, Fadholi. Apalagi, yang jadi penyebab adalah sesuatu yang benar-benar di luar dugaan: ternyata Ayu Puji Astutik itu Saiful Bahri.

Ya, ”perempuan” yang dinikahi Fadholi pada 19 Juli 2017 di KUA (Kantor Urusan Agama) Ajung, Jember, itu, yang seharihari berkerudung, yang rutin membeli pembalut dengan alasan datang bulan, sejatinya laki-laki.

Di Ajung pula, persisnya di Dusun Krasak, RT 2, RW 1, Desa Pancakarya, Ayu, eh Saiful, berasal. Kepala KUA Ajung Muhammad Erfan masih mengingat betul, Ayu yang ternyata Saiful tersebut benarbenar cantik saat prosesi ijab kabul digelar di kantornya. Karena itu pula, dia sama sekali tidak curiga. ”Kalah (cantik) perempuan lain,” ucapnya.

KUA, orang tua, dan para tetangga boleh tak menyangka. Namun, bagaimana dengan Fadholi yang sudah tiga bulan menikahinya? ”Saat kami kian dekat, dia baru mengaku kalau waria. Karena merasa nyaman dengan dia, saya tidak keberatan,” kata Fadholi saat ditemui di Polsek Panti kemarin (25/10).

Kisah pernikahan terlarang itu bermula saat seorang teman memberi Fadholi nomor Ayu yang dikenal lewat Facebook. Selama ini, di kalangan rekan-rekannya, Fadholi dikenal agak culun dan belum pernah punya pacar. Tapi, ternyata nomor yang diberikan teman itu dikontak pemuda yang tak punya pekerjaan tetap tersebut. Merasa ada kecocokan, mereka berdua pun memutuskan jumpa darat.

Fadholi tentu tampil apa adanya. Saiful? Dia berkerudung, berdandan cantik, dan menjadi Ayu yang feminin. ”Pertama ketemuan di Mangli. Kampus IAIN Jember,” ujar Saiful. Fadholi rupanya benar-benar kepincut dengan Ayu pada pertemuan pertama itu. Sudah cantik, berkerudung, suaranya feminin pula (meski kalau lepas kontrol suara aslinya muncul juga).

Selama masa pacaran itu, Saiful tak pernah membawa Fadholi ke rumah orang tuanya di Pancakarya, Ajung. Setiap ketemuan, mereka memilih jumpa di Lapangan Mangli. Sebaliknya, begitu merasa benar-benar cocok, bahkan setelah Ayu mengaku sebagai waria, Fadholi langsung membawa sang pacar ke rumah orang tuanya di Glagahwero.

Dua orang tua Fadholi ternyata juga menyambut hangat Ayu. Sebab, selain Ayu sopan, mereka memang benar-benar tidak tahu bahwa dia itu Saiful. Dan karena mengaku sudah menikah siri, keduanya pun diizinkan tinggal serumah. ”Kami merasa iba karena Ayu mengaku sudah tidak memiliki orang tua. Terlebih, tinggalnya mbambung di emperan toko yang ada di Pasar Tanjung,” kata Supan, kakek Fadholi.

Padahal, keluarga besar Ayu alias Saiful masih ada di Pancakarya. Buama, sang ibu, mengaku, sejak 1,5 tahun lalu anaknya itu minggat dari rumah. Hanya sesekali berkomunikasi lewat telepon. ”Dia mengaku bekerja di toko boneka di Kecamatan Balung,” katanya kepada Jawa Pos Radar Jember.

Buama menolak kalau anaknya disebut waria. ”Bisa digeledah lemarinya. Tak ada satu pun baju perempuan,” katanya. Memang sebelum minggat, dia sempat ditegur orang tua karena kepergok mesra-mesraan di telepon. ”Saat telepon-teleponan, dia bersuara seperti perempuan. Langsung dimarahi sama bapaknya,” ujar Buama.

Namun, di luar kejadian itu, lanjut Buama, Saiful tak pernah menunjukkan gelagat kalau dia waria. Nama Ayu Puji Astutik itu pun, menurut Ahmad Holis Setiawan, sang kakak ipar, dipinjam dari seorang saudara yang sekarang bekerja di Banyuwangi.

Kartu keluarga Ayu itu pula yang dibawa Saiful ke KUA untuk melengkapi syarat menikah. Karena mengaku tak punya keluarga, dia diwakili wali nikah yang belakangan diakuinya adalah orang bayaran.

Kantor KUA Ajung sejatinya tak jauh dari rumah keluarga Saiful. Tapi, Buama dan seluruh keluarga mengaku sama sekali tak mengetahui pernikahan itu. Yang pasti, pernikahan tersebut kemudian dipestakan secara meriah di rumah keluarga Fadholi.

Iwan Nasir, sepupu Fadholi, mengingat, resepsi itu sampai mengundang acara tota’an merpati (melepas merpati dalam jumlah banyak). Bukan hanya itu. Tamunya pun ramai. Sebab, orang tua Fadholi menyebar undangan rokok yang disebutnya tonjokan.

”Itu sebuah tanda bahwa keluarga pengantin serius mengundang tamu supaya datang ke pesta pernikahan,” katanya. Sebelum pesta yang dihelat pada September lalu itu, sebenarnya kecurigaan terhadap identitas Ayu sudah mulai muncul. Dalam surat yang berkop Kementerian Agama Republik Indonesia, KUA Ajung meminta keduanya memberikan klarifikasi tentang laporan sebuah LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang menuding keduanya sesama jenis.

Tapi, Fadholi maupun Ayu tak memenuhi undangan dari KUA. Kebahagiaan mereka pun seperti tak terusik. Untuk kebutuhan biologis, Ayu alias Saiful mengaku mereka melakukannya secara oral atau maaf lewat belakang.

Sampai kemudian, polisi dan aparat desa mendatangi keduanya pada Senin lalu. Itu pun Ayu masih bersikeras bahwa dirinya perempuan. Bahkan sampai menantang sumpah pocong.Akhirnya Ayu diminta membuktikan jenis kelaminnya di kamar mandi, di hadapan seorang saksi perempuan.

Dari sana terkuaklah bahwa Ayu itu Saiful. Alias laki-laki tulen. Namun, Ayu lagi-lagi berusaha mengelak. Dia mengaku bahwa alat kelaminnya baru muncul malam sebelumnya. Tapi, pengakuan tersebut dibantah Sinto, sang saksi.

”(Alat kelaminnya) sudah seukuran orang dewasa,” kata Sinto. Kini kisah cinta yang berawal bahagia itu harus berakhir pahit. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus pemalsuan surat dokumen negara.

Pelanggaran pasal 263 KUHP tersebut mengakibatkan Saiful dan Fadholi terancam hukuman maksimal enam tahun penjara. (*/ras/hdi/c10/ttg)