25 radar bogor

Khawatir Kades Terintimidasi

CIBINONG-Nota kesepahaman menteri dalam negeri bersama menteri desa, pembangunan daerah tertinggal, dan Polri yang mengatur kerja sama pencegahan, pengawasan, dan penanganan permasalahan dana desa, tak sepenuhnya disambut baik.
Ketua Apdesi Kabupaten Bogor, Anshori mengaku, telah mengetahui informasi bahwa Apdesi kurang sepakat dengan hal tersebut. Namun, kata dia, Apdesi pusat belum mengin­struksikan ke daerah terkait penolakannya.

Sehingga, ia menegaskan akan melakukan rapat pembahasan untuk menindaklanjuti informasi tersebut. “Kami belum rapat koordinasi dengan teman-teman, sebab keputusan tidak bisa diambil sendiri, harus dibicarakan dulu,” tuturnya.

Jika telah melakukan pertemuan dan mendapatkan hasil pembahasan, sam­bung dia, maka akan ada ketentuan sikap apa yang akan dilakukan daerah. “Saya belum bisa berkomentar lebih jauh jika belum membicarakannya dengan teman-teman. Intinya akan kami bicarakan secara organisasi,” tukasnya.

Berbeda dengan sikap Pemerintah Kabupaten Bogor. Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor, Adang Suptandar justru menyambut baik terkait pengawasan dana desa (DD). Menurutnya, semakin banyak instansi yang melakukan pengawasan maka para kepala desa juga tak akan melawan aturan.

Apalagi sampai ke arah penyelewe­ngan. “Ya bagus, semakin banyak ya­ng mengawasi maka mereka (kepala desa) akan berhati-hati,” katanya.

Dengan diperketatnya pengawasan DD, terlebih oleh pihak kepolisian, sambungnya, maka kades diharapkan bisa lebih tertib dalam proses administrasi. “Ya tertib itu baik dari ketatausahaan maupun pertang­gungjawabannya,” tuturnya.

Namun, jika masih ada kades yang melakukan penyelewengan dan pelang­garan, Adang akan menye­rahkannya kepada pihak kepolisian. Apalagi jika ditetapkan sebagai tersangka, maka pihaknya akan mengikuti aturan hukum yang berlaku.

Adang mengaku, masih belum mengetahui aturan pasti saat ini. Dirinya juga akan menunggu aturan dari pemerintah pusat dan menyerahkan ke kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bogor.

“Hitung-hitungannya yang lebih hafal kepala DPMD. Kalau memang ketentuannya harus di-perbup-kan, ya dilaksanakan. Kan kita mengacu kepada aturan yang ada,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Sindawa Tarang mengungkapkan, MoU tersebut akan memberi peluang mengintimidasi para kepala desa. “Di sisi lain, MoU itu merupakan instrumen dari kepentingan kelompok politik tertentu menjelang Pilkada 2018 dan Pileg/Pilpres 2019. Oleh karena itu kami tolak,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (23/10).

Dana desa, kata dia, merupakan amanat Undang-Undang (UU) No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sehingga, siapa pun pemimpin republik ini wajib mengalokasikan dana desa setiap tahunnya.

Audit dana desa, sambung dia, sudah dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kejaksaan di daerah-daerah pun mengawasi dengan ketat.

“Justru nanti akan banyak dana desa yang tak terserap, karena kepala desa takut. Akibatnya, proyek infrastruktur untuk memajukan desa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat akan terhambat,” paparnya.(rp2/net/c)