25 radar bogor

Kitab Digital belum Terverifikasi

JONGGOL–Kemajuan teknologi dan informasi me­mang memudahkan manusia. Seperti adanya kitab-kitab digital di dunia maya yang memudahkan orang untuk mencapatkan ilmu. Sayangnya, ada saja yang kurang teliti. Beberapa kitab kuning hingga Alquran edisi digital, redaksi tulisan Arabnya mengalami kesalahan harakat (baris tulisan).

Hal itu terjadi lantaran kitab-kitab yang mudah diunduh itu belum terverifikasi oleh lembaga representasi negara. Semisal lembaga tarjih dan tashih, sehingga kitab keagamaan itu semakin diragukan kebenaran dan keasliannya.

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Komisi Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor, Irvan Zaryab Awaluddin. Ia mengungkapkan, masyarakat dituntut untuk lebih berhati-hati di zaman yang serba canggih ini. Jika ingin mengun­duh kitab-kitab tentang keagamaan, tentunya harus dilihat lembaga penerbitnya dan mencari guru yang mum­puni untuk mengkajinya.

“Sebelum men-download kitab, lebih baik dilihat dulu siapa penerbitnya, kalau memang meragukan lebih baik jangan di-download. Dan upayakan memiliki guru yang mumpuni,” ungkapnya.

Ia menerangkan, di dalam kitab digital tak sedikit ditemu­kan ayat yang salah baris (harakat). Kitab tersebut, seperti kitab-kitab kuning, Fathul Mu’in, Madoghi, Tafsir Djalalain, Tafsyir Ibnu Katsir. “Karena kitabnya bahasa Arab. Salah harakat (baris, red) bisa salah arti,” tuturnya.

Selain harakat, yang dikhawatirkan dalam kitab digital di dunia maya, tak jarang ditemukan penggunaan arti dari teks Arab di kitab tersebut. Sehingga, menggeser maksud dari mushonnif (pengarang kitab).

“Karena mengartikan redaksi teks kitab salah, maka akan keluar dari maksud mushonnif. Bahayanya, jika kitab itu mem­bahas soal hukum,” tuturnya. Menurutnya, yang mempunyai tim khusus untuk meneliti kitab-kitab seperti itu adalah Nahdlatul Ulama (NU), sehingga dapat diketahui kitab tersebut ada bagian yang hilang atau tidak.

Sedangkan MUI tidak sampai sedetail itu untuk memverifikasi kitab. “Bukan hanya dalam bentuk aplikasi, banyak juga software yang membuat ratusan ribu kitab. Tentunya masyarakat harus jeli agar tidak terjerumus,” paparnya.

Ia juga mengimbau, masyarakat jangan hanya belajar soal agama melalui kitab, apalagi digital. Belajar dan diskusi harus dengan para ahli agama.(azi/c)
pun sangat penting, karena dalam mentafsirkan kitab itu tidak sembarangan. “Jangan belajar ilmu agama lewat Google. Jangan sampai belajar dari Google dan mengajar, khawatir masyarakat ini salah tafsir,” tandasnya.

Kondisi itu juga menjadi  kekhawatiran warga Kampung Pojoksalak, Desa Jonggol, Kecamatan Jonggol Supandi (44) mengatakan, untuk mengakses berbagai kitab memang sangat mudah, tinggal download di play store. Namun, dirinya juga merasa khawatir dengan kitab berbentuk digital tersebut.

“Kalau masyarakat awam seperti saya ini kurang paham mana kitab yang isinya asli, atau bukan, dan takutnya kitab tersebut malah menyesatkan,” katanya. Ia berharap, pemerintah bisa memverifikasi penyebaran kitab-kitab didunia maya, agar tidak menyesatkan masyarakat yang ingin memperdalam ilmu agamanya.(azi)