25 radar bogor

25 Hari Lagi Pelaku ”Gladiator” Divonis

SIDANG: Petugas membawa BV, MS dan HZ dari Pengadilan Negeri Bogor, kemarin.
SIDANG: Petugas membawa BV, MS dan HZ dari Pengadilan Negeri Bogor, kemarin.

BOGOR–Kasus hukum aksi ”gladiator” yang menewaskan Hilarius Event Raharjo (16), siswa kelas X SMA Budi Mulya, terus bergulir. Kemarin, memasuki sidang perdana di Pengadilan Negeri Bogor.

Humas Pengadilan Negeri Bogor, RR Dewi Lestari Nuroso menerangkan, sidang dilaksanakan tertutup untuk tiga anak berkepentingan hukum (ABH) yakni BV, MS dan HZ. “Ketiga ABH saat disidang ditemani orang tua masing-masing serta didampingi penasihat hukum,” kata Dewi.

Secara khusus, kata dia, Ketua Pengadilan Negeri Bogor membentuk Majelis Anak untuk bisa menyidangkan perkara split atas nama MS, HZ dan BV. Ketua Majelis Hakim untuk sidang ini adalah Ana Yulina. “Saat putusan nanti baru dilakukan secara terbuka,” ucapnya.

Untuk jaksa penuntut umum (JPU) dihadiri empat orang. Ketiganya didakwa dengan Pasal 80 ayat 3 juncto Pasal 76 huruf c UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak.

Lebih lanjut Dewi menjelaskan, agenda hari ini (kemarin, red) hanya pembacaan dakwaan. Untuk saksi-saksi akan dihadirkan pada persidangan selanjutnya. “Karena ini persidangan anak, jadi dalam kurun waktu 25 hari persidangan harus sudah selesai. Sepertinya, persidangan akan dibuat setiap hari, karena menyangkut pada tahanan anak itu hanya 25 hari. Sepuluh hari pertama penahanan, dan 15 hari penahanan selanjutnya,” jelasnya.

Sementara itu, penasihat hukum BV dari PB Peradi Cibinong, Parsiholan mengungkapkan, pihaknya akan menggunakan hak mengajukan keberatan eksepsi yang akan dilakukan pada sidang kedua, Kamis (19/10).

“Eksepsi itu harus disampaikan pada Kamis. Jumat, baru jaksa menanggapi eksepsi. Sidang lanjut lagi pada Senin. Jadwal sudah disepakati, dan karena kasus anak, dalam 25 hari sudah ada putusan. Jika tidak maka BV tidak boleh dilakukan penahanan, sesuai dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2012, Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” jelasnya.

Secara teknis, dalam eksepsi nanti, Parsiholan akan membeberkan hal-hal yang tidak sesuai dalam dakwaan, dan yang perlu dilakukan keberatan. Pada prinsipnya, kata Parsiholan, penahanan pada BV dilakukan berjenjang, mulai penyidik, JPU, dan kini di bawah Pengadilan Negeri Bogor. “Makanya, jadwalnya itu dalam minggu ini tiga kali sidang, agar segera vonis,” ungkapnya.

Parsiholan menjelaskan, kondisi fisik maupun psikis BV sehat. Artinya, bisa mengikuti persida­ngan, pertanyaan yang bersifat formal pun mampu dijawabnya dengan baik, semisal nama juga identitas lainnya. “Belum sampai ke pertanyaan bagaimana kronologis,” urainya.

Parsiholan juga menyebut, di awal BV masuk Lapas Paledang, memang sempat mengalami shock juga stres, sebab berada di lingkungan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Namun, beberapa hari setelahnya BV mampu beradaptasi.

“BV mulai mengikuti kegiatan yang ada di lapas, main basket karena dia kan saat sekolah anak basket. BV juga punya keterampilan menyervis komputer, dilakukannya saat di lapas,” ungkapnya.

Sementara itu, orang tua Hilarius, Venansius Raharjo berharap, proses persidangan bisa dilakukan seadil-adilnya. Indonesia, menurutnya adalah negara hukum, maka sudah sepantasnya mereka yang melanggar dihukum setimpal.

“Jangan sampai ada intervensi, suap menyuap. Republik ini punya hukum, tegakkan yang adil. Toh kalaupun adil, anakku tidak akan bisa hidup lagi. Agar menjadi efek jera ke semua anak, enggak terulang lagi, bukan hanya bagi pelaku, tapi pihak lainnya. Silakan diadili dengan seadil-adilnya,” katanya ditemui seusai persidangan.

Venansius pun meminta presiden untuk terus memantau kasus yang menimpa keluarganya agar cepat selesai. Semua orang tua pun pastinya tidak mau anaknya bernasib serupa seperti Hilarius.

Untuk satu orang tersangka lainnya yang belum tertangkap, Venansius mengaku belum mendapat informasi apa pun. “Kalau buron dicari, supaya benar-benar kita menangani kasus ini.

Makanya saya mohon ke presiden agar semuanya clear. Supaya saya bisa kerja lagi, kalau memang anak-anak­nya sudah bersalah. Harapan besar sama keadilan, negeri ini masih bisa menegakkan keadilan setegak tegaknya. Toh anakku enggak bisa hidup lagi. Kalau mereka dipenjara masih bisa makan enak kan,” pungkasnya.(wil/c)