25 radar bogor

Komunitas Dokter Spesialis Bedah yang tak Pernah Absen Ikut Jawa Pos Cycling

Dika Kawengian/Jawapos KOMPAK: Young Surgeon Cycling Club yang beranggotakan para dokter spesialis dari seluruh Indonesia yang mempunyai hobi bersepeda saat mengikuti Gran Fondo Madura 2017.
Dika Kawengian/Jawapos
KOMPAK: Young Surgeon Cycling Club yang beranggotakan para dokter spesialis dari seluruh Indonesia yang mempunyai hobi bersepeda saat mengikuti Gran Fondo Madura 2017.

Perkumpulan sepeda dokter-dokter spesialis bedah yang datang dari seluruh penjuru Indonesia ini tak pernah absen sejak event Jawa Pos Cycling kali pertama dihelat. Sebuah kopi darat yang selalu dinantikan.

Semua berawal dari ide enam orang sahabat yang memiliki identitas yang sama sebagai dokter spesialis bedah. Mereka ingin terus bergerak secara rutin, setiap hari. Setelah mencoba beberapa jenis olahraga, dipilihlah bersepeda sebagai olahraga utama. Melakukannya juga harus sangat serius.
Enam orang itu adalah dr Achmadi SpOG, dr Saut Idoan Sijabat SpB, dr Dhany Prasetyanto SpB-TKV, dr Theri Effendi SpOT, dr Yodi Soebadi SpU, dan dr Dewangga Ario SpB. Secara keilmuan, latar belakang mereka memang berbeda. Ada yang dokter spesialis kandungan; ada yang spesialis urologi; ada pula yang berfokus pada spesialisasi toraks serta kardiovaskuler alias jantung.
Namun, mereka disatukan dalam entitas bernama passion bersepeda. Berdiri sejak 2014, enam dokter bedah tersebut menamai kelompoknya Young Surgeon Cycling Community (YSCC). Sekarang komunitas itu terus membesar. Total anggotanya 104 orang yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke. Komunikasi intens mereka lakukan setiap hari di grup WhatsApp.

Karena jarak yang terpisah-pisah, sangat jarang anggota YSCC bisa gowes bersama. Namun, setiap hari mereka rutin melaporkan jarak tempuh bersepeda mereka di grup. Kata dr Achmadi, hal tersebut dilakukan bukan untuk mempertajam persaingan dan pamer hebat-hebatan. Tapi menjadi salah satu motivasi agar terus meningkatkan kualitas bersepeda para anggotanya.
”Kenapa bersepeda? Ya karena kami ingin sehat. Bersepeda juga merupakan latihan kardio,” tutur Achmadi. ”Selain itu, risiko cedera bersepeda itu kecil,” imbuhnya.
Nah, karena terpencar-pencar itulah, ajang Jawa Pos Cycling menjadi penting untuk YSCC. Para member-nya bisa melakukan kopi darat dan saling melepas kangen untuk gowes bersama di dunia nyata.

Sejak komunitas itu terbentuk, ungkap Achmadi, para anggota YSCC tidak pernah absen mengikuti ajang-ajang Jawa Pos Cycling. Mulai Jawa Pos Cycling Bromo 100 Km 2014, lalu berlanjut terus sampai di ajang Gran Fondo Jawa Pos (GFJP) Suramadu 2017 kemarin. Bahkan, sebelum kelompok itu terbentuk, ada juga beberapa anggotanya yang telah mengikuti Jawa Pos Cycling Audax East Java 2013.

Untuk ajang GFJP Suramadu 2017 yang menempuh jarak 157 kilometer dari Surabaya–Bangkalan–Surabaya, ada 20 anggota YSCC yang berpartisipasi. Mereka berasal dari beberapa kota. Surabaya pasti. Ada juga yang datang dari Ponorogo, Jember, Solo, Banyuwangi, Magelang, dan Pamekasan. Anggota terjauh kemarin berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. ”Kami memulainya dari nol. Dan sekarang teman-teman sudah sangat ahli bersepeda. Dan ini menular,” kata Achmadi.

Dokter Saut Idoan menambahkan, pola latihan tiap anggota memang berbeda-beda. Bergantung situasi dan tingkat kesibukan. Ada yang latihan gowes normal. Ada yang latihan bersepeda indoor seperti dirinya. Ada juga yang pergi pulang bekerja konsisten gowes. ”Meski indoor, saya berusaha latihan saya sungguh-sungguh,” katanya. ”Biasanya pakai kickr (sebuah alat pintar latihan bersepeda indoor, red),” tambahnya.

Dengan rutin bersepeda, para anggota YSCC mendapatkan benefit yang besar, terutama dalam pekerjaan. Mereka menjadi lebih segar dan fokus. Juga lebih tahan banting ketika melakukan operasi dalam tempo yang lama. Misalnya dr Yan Efrata Sembiring SpB(K)TKV yang biasanya melakukan operasi jantung selama lima sampai enam jam.

Manfaat besar lain juga dirasakan dr Risandi Pradipto SpOT. Hanya dalam tempo 1,5 tahun, dia berhasil menurunkan berat badannya. Dari 115 kilogram menjadi 90 kilogram. Dan angka itu terus konsisten, tidak pernah naik lagi karena rajin bersepeda. ”Saya juga bebas dari hipertensi dan diabetes,” ucapnya.

Untuk masalah bebas hipertensi dan diabetes, dokter spesialis anak Achmad Y. Heryana mendapatkan keuntungan serupa. Bahkan, dia mematok target untuk gowes sejauh 250 kilometer setiap pekan. Dia sendiri konsisten bersepeda sejak 2009. Sayang, dokter Heryana tidak ambil bagian dalam ajang GFJP Suramadu 2017 kemarin. ”Saya tidak tahan panas,” katanya lantas tergelak.
Namun, tugas sebagai dokter memang sangat berat. Itulah yang dialami dokter Yan Efrata Sembiring. Kemarin dia sempat tertinggal jauh setelah dari pit stop 1 menuju pit stop 2 di Bukit Jaddih, Bangkalan. Yan justru baru tiba saat para cyclist lain hendak keluar dari gerbang Bukit Jaddih menuju Kenjeran Park, Surabaya, yang merupakan tempat finis.

”Memang tadi saya sering berhenti di jalan. Karena setiap handphone saya terasa bergetar, saya berhenti. Takut-takut itu telepon dari rumah sakit, ada pasien serangan jantung. Waktu saya banyak tersita untuk cek handphone di jalan,” ungkapnya.

Yan mengakui bahwa YSCC membuat hidupnya semakin asyik. Dalam grup WhatsApp, mereka malah jarang membahas masalah kesehatan. Beberapa obrolan mereka seputar event-event sepeda. Juga pengetahuan tentang teknik dan perlengkapan sepeda. Jadi, tak heran jika dokter-dokter tersebut semakin ahli saja dalam bersepeda.(nic/c9/nur)