JAKARTA –Menyusul rencana Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjenpas Kemenkumham) memindahkan bandar narkotika ke empat lembaga pemasyarakatan (lapas). Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mewacanakan pemisahan lapas untuk narapidana (napi) kasus korupsi, kasus terorisme, serta kasus tindak kriminal ringan.
Menurut Wiranto, itu perlu dilakukan guna menuntaskan persoalan overkapasitas di berbagai lapas. ”Menetralisir overkapasitas dari lapas-lapas yang ternyata memang menimbulkan dampak tidak bagus,” ungkap dia ketika diwawancarai di kantor Kemenko Polhukam, kemarin. Dia menilai kondisi lapas saat ini kurang kondusif. Sebab, banyak napi dari berbagai kasus ditempatkan pada satu lapas yang sama.
Pejabat yang juga dipercaya sebagai ketua umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (ketum PBSI) itu menilai, napi kasus korupsi maupun napi kasus terorisme harus dibuatkan lapas khusus. Sehingga tidak bercampur dengan napi lainnya.
Karena itu, Kemenko Polhukam turut mendorong pemisahan napi kasus satu dengan kasus lainnya. Memisahkan napi memang bukan perkara mudah. Namun, Wiranto menilai bahwa persoalan yang muncul akibat lapas overkapasitas juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Misalnya pemberontakan yang berujung jebolnya lapas. Belum lagi fakta peredaran narkotika yang dikendalikan dari balik jeruji besi.
Berkaitan dengan rencana pemindahan bandar narkotika ke empat lapas, sampai saat ini Lapas Kelas III Gunung Sindur (Jawa Barat), Lapas Kelas IIA Lahat (Sumatera Selatan), Lapas Kelas I Batu Nusakambangan (Jawa Tengah), serta Lapas Kelas III Narkotika Kasongan (Kalimantan Tengah) masih dipersiapkan. Sejak Agustus Ditjenpas Kemenkumham mempersiapkan empat lapas tersebut sebagai lapas khusus untuk bandar narkotika. (syn/)