25 radar bogor

Registrasi SIM Card atau Nomor Ponsel Mati Polri jamin tak asal sadap

Kejahatan di Indonesia bakal lebih mudah terungkap. Kebijakan registrasi subcriber identification module (SIM card) yang terintegrasi dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga (KK) akan mempercepat kepolisian dalam mengetahui identitas pelaku kejahatan. Dengan begitu, penyelidikan suatu kasus tak lagi bertele-tele.

Direktur Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Brigjen Fadil Imran menjelaskan, dalam sebuah kejahatan, terdapat sarana-sarana yang digunakan untuk memuluskannya. Salah satu sarana utama itu adalah komunikasi. ”Maka, bila SIM card sebagai sarana komunikasi ini terhubung dengan NIK dan KK, jelas sudah identitasnya.

Tidak lagi kesulitan untuk mengetahui siapa pelaku dan sebagainya,” ujarnya ditemui di kompleks gedung DPR kemarin. Bukan hanya kejahatan teleko­munikasi, siber dan yang berbasis elektronik yang akan mudah diungkap. Bahkan, semua jenis kejahatan akan mampu dikuak, seperti terorisme, peni­puan, pengancaman, pembunuhan hingga penculikan.

Seakan-akan, kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian kominfo) membangun ulang upaya pengungkapan kejahatan. ”Dampaknya sangat besar, namun dengan catatan kalau data itu nyata. NIK dan nomor KK tidak bisa dipalsukan. Sehingga, petugas benar-benar mengetahui identitas yang diduga pelaku kejahatan,” papar mantan Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadir Dittipideksus) tersebut.

Dalam direktorat yang dipimpinnya, kejahatan paling dominan adalah penipuan baik berbasis telekomunikasi atau elektronik. Dengan makin cepat pelaku penipuan tertangkap, maka potensi untuk mengembalikan uang korban juga bisa lebih besar. ”Kalau tertangkap lebih awal, potensi uang korban dihabiskan atau disembunyikan lebih kecil,” jelas jenderal bintang satu tersebut.

Bahkan, terintegrasinya SIM card dengan KTP dan KK ini juga bisa menjadi warning untuk setiap orang. Bahwa, bila melakukan kejahatan akan mudah sekali tertangkap. Sisi positifnya, orang tidak akan mudah melakukan kejahatan. ”Walau selama ini, penjahat itu selalu berupaya mengakali pengawasan yang dilakukan,” ujarnya.

Namun, Polri tentu menghargai privasi dari masyarakat. Tidak lantas semua dilakukan penyadapan dan sebagainya, hal tersebut hanya dilakukan melalui izin pengadilan. Tentunya, dengan alasan hukum yang kuat baru bisa melakukan penyadapan. ”Keamanan privasi ini kami juga harus menjaganya,” terangnya.

Dia juga mengimbau masyarakat agar jangan merasa kerepotan dalam meregistrasi SIM card yang dimiliki. Pasalnya, dengan registrasi ini, maka masyarakat ikut berperan dalam memberikan rasa aman. ”Ini waktunya masyarakat berpartisipasi dalam mencegah kejahatan

. Kebijakan Kementerian Kominfo ini perlu diapresiasi,” tegasnya. Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku sangat mendukung kebijakan Kominfo. Sebab, pencantuman nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK) pada pendaftaran SIM card bisa mencegah tindak kejahatan melalui ponsel. Apalagi, kejahatan tersebut banyak menyasar nasabah bank.

Misalnya, SMS yang minta transfer uang muka tanah atau rumah ke nomor rekening tertentu. Atau, telepon dari orang tak dikenal yang mengarahkan penerimanya untuk mentransfer uang maupun meminta user ID internet banking dan mobile banking, bahkan PIN ATM. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, kebijakan pendaftaran NIK dan KK ini bisa lebih melindungi masyarakat khususnya nasabah lembaga keuangan.

“Itu sebagai persyaratan  tambahan agar lebih menjamin keamanan. Sebetulnya menghilangkan sama kejahatan itu sulit, tapi paling tidak ini bisa mencegah sehingga dapat mengurangi tindak kejahatan seperti itu,” ujarnya. OJK sendiri telah memiliki layanan hotline khusus untuk melaporkan nomor-nomor yang dianggap mengganggu.

Jika masyarakat menerima SMS mama minta pulsa, misalnya, atau SMS yang minta transfer uang tapi si penerima merasa janggal, masyakarat bisa melapor kepada OJK di nomor 1-500-655. Atau, mengirimkan screen capture SMS tersebut ke alamat e-mail [email protected].

Setelah menerima laporan, OJK akan mengirimkan laporan tersebut kepada bank yang dijadikan tujuan transfer dana. Tujuannya, agar bank bisa segera memblokir rekening tersebut. OJK juga akan meneruskan laporan tersebut ke Kominfo agar Kominfo bisa segera menelusuri pemilik nomor ponsel yang diduga melakukan penipuan.

Menurut Direktur Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agus Fajri Zam, sejauh ini ada ratusan laporan yang masuk ke OJK terkait penipuan via SMS maupun telepon. “Kebanyakan orang melapor langsung ke bank tempat dia nabung. Dan, kebanyakan yang lapor itu mereka yang baru sadar telah jadi korban.

Nah ini salah,” katanya. Jika nasabah menjadi korban akibat pemberian user ID akun bank dan PIN-nya, bank tidak akan bertanggung jawab. Sebab, semestinya nasabah tidak memberikan data-data tersebut kepada siapa pun dengan alasan apa pun. “Mau dia petugas bank, ngakunya mau pembaruan data, verifikasi data, ya jangan diladeni.

Segera lapor ke OJK biar bisa langsung diblokir rekening banknya, dan ditelusuri siapa pelakunya. Jadi, ini untuk pecegahan karena kebanyakan orang yang lapor itu sudah terlambat,” urainya. Namun, Agus mengingatkan agar Kominfo benar-benar mengawal implementasi ini di lapangan. Sebab, bisa saja pelaku memasukkan NIK dan nomor KK palsu saat pendaftaran SIM. Untuk itu, verifikasi dari Kominfo sangat dibutuhkan agar kebijakan baru ini bisa benar-benar efektif.

Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mendapatkan banyak laporan penyalahgunaan SIM card. Mulai penipuan melalui pesan singkat hingga telepon. Tapi, ada pula laporan masyarakat yang merasa terganggu dengan telepon dari perusahaan asuransi atau kartu kredit.

”Sampai ada saudara saya sendiri jadi tidak mau mengangkat nomor telepon yang tidak dikenal. Karena sudah menganggap bahwa itu nomor telepon dari asuransi. Ini sudah sangat mengganggu,” kata Sularsi kemarin (12/10). Dengan pendaftaran SIM card, nomor yang dianggap mengganggu itu bisa dilaporkan dan ditelusuri kepemilikannya.

Sedangkan laporan penipuan melalui pesan pendek biasa berkaitan dengan pengumuman undian. Sementara telepon peni­puan, YLKI pernah mendapat­kan laporan ada penipu yang berpura-pura hendak menyewa rumah. ”Tapi, korbannya diarahkan ke ATM dan diberi instruksi ABCD hingga akhirnya saldonya berkurang,” jelas dia

. Lebih lanjut, Sularsi menegaskan, pemerintah dan operator seluler harus benar-benar menjamin data kependudukan karena dalam pendaftaran SIM card itu memuat data-data pribadi. Misalnya, data NIK dan kartu keluarga. ”Pada kartu keluarga itu ada nama ibu kandung. Tahu kan biasanya kalau berkaitan dengan validasi nomor rekening juga ditanyai nama ibu,” imbuh dia.

YLKI juga berharap persoalan pendaftaran SIM card itu tidak merugikan pelanggan. Harus ada waktu yang cukup untuk memastikan semua pelanggan tahu dengan detail peraturan baru tersebut. Termasuk risiko yang dihadapi oleh pelanggan bila tidak segera meregistrasi. Caranya dengan menyebarkan pesan pendek. ”Sehingga pelanggan punya pilihan yang sadar mau mendaftarkan atau membiarkan kartunya hangus,” jelas perempuan asli Solo itu. (idr/rin/jun)