25 radar bogor

Bisnis Angkutan Umum Lesu, Angkot Wisata Jadi Pilihan Utama

SEPI PENUMPANG: Sejumlah angkot mengetem di depan Pasar Leuwiliang karena belum mendapatkan penumpang sesuai target.
SEPI PENUMPANG: Sejumlah angkot mengetem di depan Pasar Leuwiliang karena belum mendapatkan penumpang sesuai target.

LESUNYA bisnis angkutan umum menimbulkan masalah sosial. Pengangguran dan kemiskinan pun jadi hal per­tama yang akan terjadi. Maka dari itu, dibutuhkan solusi jangka panjang untuk menga­tasi masalah tersebut. Salah satunya memanfaatkan jalur-jalur pedesaan. Masih banyak wilayah terpencil yang belum ter­sentuh tran­sportasi ang­kutan massal.

Mi­salnya di Ke­ca­­matan Nang­­gung, banyak angkot berpelat hitam yang bero­perasi. Penghasilannya pun cukup lumayan. Jauh lebih besar ketimbang angkutan yang berada di jalur-jalur utama.

Ferdi Ruslan (38) salah satunya. Sopir angkot pelat hitam asal RT 01/04, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, itu baru satu tahun menekuni profesinya. Minim persaingan membuat penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. ”Lumayan di jalur ini bisa dapat bersih Rp150-200 ribu,” akunya.

Selain jalur desa, jalur wisata pun menjadi peluang bagi para pengusaha angkutan. Seperti lokasi-lokasi wisata yang ada di wilayah barat Kabupaten Bogor. Salah satunya wisata Panorma Pabangbon. Hingga saat ini belum ada trayek yang masuk jalur tersebut. Padahal, kondisi jalannya cukup mulus.

Sementara itu, Camat Leuwiliang Chairuka Judhyanto menuturkan, sepanjang jalur Leuwiliang-Cikidang berpotensi menjadi jalur wisata. Sehingga dengan adanya trayek wisata bisa sangat me­ngun­tungkan. ”Jika ada angkutan wisata, akan sangat ber­manfaat bagi warga maupun wisatawan,” tuturnya.

Terpisah, Kabid Angkutan dan Terminal pada Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bogor, Dudi Rukmayadi me­nuturkan, kondisi angkot kian terpuruk. Indikasi ini terlihat dari tidak adanya penambahan trayek dalam satu tahun terakhir ini.

Selain itu, Dudi juga mene­rangkan jika lesunya angkutan massal ini di Kabupaten Bogor terlihat dari banyaknya angkot yang tak lagi beroperasi. Data dari Dishub Kabupaten Bogor mencatat, hingga September ada 1.825 unit angkot yang tidak beroperasi. Mereka gulung tikar dan memilih berhenti. ”Banyak yang nonaktif. Dari 6.445 unit, hanya 4.620 angkot yang masih beroperasi. Para pengusaha angkutan harus berbenah agar bisa kembali berjaya,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Dudi mengakui tidak menu­tup kemungkinan adanya angkutan wisata. Hanya saja, infrastruktur pendukung lainya harus sudah siap. Terutama kondisi jalan. ”Namun dengan catatan menguntungkan bagi pengusaha angkutan,” tandasnya.

Kata dia, keluhan sepinya penumpang bisa diatasi andai para pengusaha angkot jeli melihat peluang.(all/c)