25 radar bogor

Disertasi dan Tesis bakal Diperketat

JAKARTA–Kasus plagiasi yang masih marak terjadi di berbagai perguruan tinggi menjadi alarm pengingat Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti). Ke depan, produk akademik, terutama di tingkat pascasarjana (tesis), maupun program doktor (disertasi) bakal diperketat.

Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, Intan Ahmad menegaskan, pihaknya mendapatkan mandat khusus dari Menristek Dikti untuk membenahi produk pascasarjana dan doktoral.

Nantinya, akan diupayakan seleksi yang lebih ketat. Misalnya, disertasi.  Sebelum masuk ke ranah sidang tertutup, sebuah disertasi harus terlebih dahulu melalui penilaian para ahli dari luar kampus. Tidak cukup dosen setempat.

“Ahli dari luar pun harus benar-benar orang yang layak menilai. Juga sesuai dengan bidangnya,” kata Intan di kantor Kemenristek Dikti, kemarin (4/10).

Intan menjelaskan, pengetatan ini mesti dilakukan karena disertasi merupakan produk penelitian yang amat krusial. “Disertasi itu penelitian yang luar biasa. Harus bisa memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan,” ungkapnya.

Terungkapnya beberapa kasus plagiasi seperti di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), harus diakui memang praktik plagiasi belum sepenuhnya bisa dihapus dari perguruan tinggi. Namun, menurut Intan, pihak dikti tidak akan mengorek satu per satu produk-produk akademik (skripsi, tesis, dan disertasi) yang selama ini telah dihasilkan.

Termasuk bagi UNJ yang terindikasi kuat. “Itu tugas Senat kampus untuk membenahi, kami menatap ke depan saja,” ungkapnya.

Pembenahan lain yang mesti dilakukan oleh kampus adalah soal pembimbingan mahasiswa. Dalam aturan seorang dosen memang hanya boleh maksimal mem­bimbing 10 orang maha­siswa. Namun, Intan menjelaskan bahwa kenyataan di lapangan tidak sesederhana itu.

Banyak dari dosen yang juga memegang jabatan penting seperti dekanat maupun rektorat. Dosen harus bisa mengukur kemampuannya dan keterbata­sannya masing-masing. Sehingga bimbingan bisa berjalan lebih efektif. “Ada satu mahasiswa yang dibimbing sekali sudah jadi, ada yang berkali-kali nggak jadi-jadi. Ini yang perlu perhatian lebih,” ungkapnya.

Terkait plagiasi, Intan mengakui memang perlu ada penegasan kembali terhadap kriteria kutipan, acuan, dan saduran sumber di sebuah karya akademik. Ada beberapa variabel yang salah dipahami seperti tingkat kemiripan (degree of smiliarity). “Ini tidak sama dengan plagiat,” kata Intan.

Selain itu, masih beredar pemahaman di kampus-kampus bahwa boleh menyamai karya orang lain dengan persentase kemiripan tertentu. “Kalau karya ilmiah harus orisinal, tidak boleh ada kemiripan, beda dengan acuan. Kita harus mengacu, kalau tidak mengacu dari mana kita dapat pemikiran?” pungkas Intan.(tau/ttg)