25 radar bogor

Kisah PKL yang Terkena Penggusuran

APA ADANYA: Antoni berjualan manisan seadanya tanpa dilengkapi terpal.
APA ADANYA: Antoni berjualan manisan seadanya tanpa dilengkapi terpal.

Dari 1.300 pedagang kaki lima (PKL) yang direlokasi, ada yang menarik perhatian para pengendara. Ia bernama Antoni. Sebagai pemuda yang usianya baru menginjak 22 tahun, ia dikenal gigih.

Warga Kampung Cibogo Gang Pemuda RT 01/04, Desa Cibogo, Kecamatan Megamendung, itu mengungkapkan keluh kesah­nya. Pembongkaran lapak PKL seharusnya didahului dengan penempatan para pedagang. ”Saya terpaksa berjualan karena buat biaya sehari-hari sekolah adik,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Wajahnya semakin murung saat ditanya tempat relokasi. Sebab, ia tak mendapatkan jatah dari Pemkab Bogor. Padahal, di lokasi ini dulu ia tak harus membayar sewa, hanya setor uang keamanan Rp10 ribu per minggunya.

”Kalau ada tempat dagang, kan satu-dua pembeli lumayan buat nambah jajan adik. Saya tidak berharap banyak sama pe­me­rintah. Hanya butuh untuk me­nyambung hidup dan menambah biaya sekolah adik saya,” aku penjual manisan itu.

Bermodal nekat, pemuda ini me­milih untuk membuka kembali dagangannya. Seorang diri ia membenahi satu per satu oleh-oleh yang dijajakan. ”Ya kalau hujan pakai terpal, ditutup dulu. Habis itu dibuka lagi. Tapi kalau hujan terus paling Sabtu-Minggu (jualan),” tuturnya.

Orang tuanya yang hanya sebagai pengrajin alat masak, diakui Antoni tak cukup mem­bantu biaya sekolah kedua adiknya. Bahkan, hari di mana penggusuran bertepatan dengan adiknya harus membayar keperluan sekolah.

”Pas waktu itu sedih karena adik saya yang masih sekolah harus beli keperluan buku dan bayaran. Kami terpaksa harus ngutang dulu,” tukasnya lirih.(*/c)