25 radar bogor

71 Ribu Warga Bogor Miskin

BOGOR–Jumlah angka kemiskinan di Kota Bogor masih tinggi. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bogor, tercatat sebanyak 71.314 kepala keluarga (KK) bekategori miskin.

Angka tersebut menjadi perhatian serius Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Bogor. Menurut Kabid Sosial, Budaya dan Pemerintah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Rudiyana, TKPK Kota Bogor akan melakukan tiga pendekatan untuk mengurangi angka kemiskinan tersebut.

“Pendekatannya melalui pemberdayaan masyarakat, bantuan sosial dan peningkatan kesejahteraan, yang kemudian dibagi menjadi tiga kelompok untuk dilakukannya sidang kelompok.” ujarnya di sela-sela workshop evaluasi pencapaian program penanggulangan kemiskinan di Hotel Padjadjaran Suites, BNR, Kota Bogor, Kamis (28/9).

Ia menuturkan, dari sidang kelompok kemudian didapat beberapa hasil evaluasi. Pada kelompok Pemberdayaan Masyarakat disepakati bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor diminta untuk lebih merangkul dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam program penanggulangan kemiskinan. Sehingga semua pihak bisa lebih berperan, tidak lagi saling ego sektoral, baik dari instansi ataupun LSM di masyarakat.

Pada kelompok Bantuan Sosial, saat ini sedang melakukan proses pendataan dan verifikasi Program Keluarga Harapan (PKH). Sesuai dengan arahan Pemerintah Pusat, jika secara nasional jumlah PKH akan ditambah yang tentunya berlaku juga untuk Kota Bogor. Hal lainnya terkait beras kesejahteraan (rasta), masih ada beberapa yang perlu dievaluasi. Yakni, kualitas beras yang masih belum baik serta masih belum siapnya masyarakat menggunakan sistem perbankan.

“Jadi, uang untuk beli beras ditransfer melalui bank. Warga sudah diberikan kartu semacam ATM, nah, mereka cukup datang ke e-Warung untuk membeli beras, pembayarannya tinggal tap pakai kartu tersebut,” terangnya.

Sementara, permasalahan berbeda dialami kelompok Peningkatan Kesejahteraan. Dalam kegiatan program pelatihan dan bantuan modal di dinas-dinas, penerima pelatihan dan bantuan modal beberapa ada yang belum masuk ke dalam Basic Data Terpadu (BDT) 2015. “Sebenarnya tepat sasaran, tetapi penerima tersebut yang juga warga miskin belum masuk ke BDT 2015. Karena kan kemiskinan itu dinamis. Bisa jadi, saat pendataan orang itu belum miskin, tetapi kemudian karena sebab tertentu menjadi miskin,” imbuhnya.

Menurut Rudi, kondisi tersebut masuk dalam desil II yakni rentan miskin. Maka, fokus Pemkot Bogor tidak hanya pada kemiskinan itu sendiri, melainkan juga pada kerentanannya.

Kerentanan miskin di sini harus menjadi perhatian. Jangan sampai, saat beberapa subsidi dicabut, seperti tarif dasar listrik (TDL) yang naik, tergelincir ke kemiskinan. Serta, pemerintah juga fokus pada kesenjangan. Jangan sampai, gap antara yang miskin dan kaya terlalu besar.

“Kalau dari data, gap orang miskin dan orang kaya di Kota Bogor di angka 0,4. Angka ini bisa dibilang sedang, karena yang paling tinggi itu 1. Artinya, dari 100 orang hanya 1 orang yang kaya, sedangkan 99 lainnya miskin,” tandasnya.(wil/*)