25 radar bogor

Sita Semua Aset Bandar PCC

JAKARTA–Nasib bandar besar tablet PCC (Paracetamol, Caffein dan Carisoprodol) habis. Langkah Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipid Narkoba) Bareskrim menerapkan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada kasus tersebut membuka peluang untuk memberikan ganti rugi pada para korban PCC.

Direktur Dittipid Narkoba Bareskrim Brigjen Eko Daniyanto menuturkan, semua aset milik bos besar bandar PCC seperti, lahan pabrik, rumah, hingga kendaraan yang diduga hasil dari penjualan PCC itu tentu harus disita. ”Sudah saya utarakan, jeratnya juga pakai TPPU,” jelasnya.

Dengan begitu diharapkan, bos besar PCC ini tidak lagi mampu untuk membuat PCC. Sebab, kemampuan finansialnya untuk membuat obat itu sudah hilang. ”Semua mesin untuk produksi obat itu juga disita loh,” ujarnya kemarin.

Langkah menerapkan TPPU tidak hanya menghentikan kemungkinan bos besar itu menghidupkan kembali bisnis haramnya, namun juga bisa digunakan untuk memberikan ganti rugi pada korban. Jumlah korban PCC yang tercatat hingga saat ini 86 orang, walau diprediksi lebih banyak lagi.

Pakar TPPU Yenti Ganarsih menjelaskan, dalam Undang-Undang TPPU disebutkan bahwa harta hasil kejahatan itu disita untuk diserahkan pada yang berhak. Dalam kasus narkotika atau penyalahgunaan obat-obatan semacam ini yang berhak adalah para korban. ”Bukan disita untuk negara,” terangnya.

Korban ini menggunakan obat PCC karena berbagai sebab, seperti dirayu orang dan coba-coba. Untuk yang tingkatnya lebih akut tentu karena kecanduan. Selanjutnya, mereka banyak yang kolaps karena overdosis. Kondisi itu tentu menegaskan bahwa korban merupakan yang paling berhak atas ganti rugi dari aset bandar PCC.

”Ganti rugi itu penting untuk recovery dari para korban. Dalam kasus narkotika, rehabilitasi itu harusnya dibayarkan dengan uang penyitaan aset bandar,” terangnya.

Apakah negara berhak untuk mendapatkan harta penyitaan bandar PCC? Dia menjelaskan bahwa dalam kasus korupsi, jelas uang negara yang diambil. Maka, uang kembali ke negara. Namun, berbeda dengan uang hasil narkotika.”Siapa yang membeli narkotika, masyarakat kan. Terutama, korbannya yang sekarang sakit,” jelasnya.

Apalagi, aturannya negara sama sekali tidak boleh menerima uang hasil kejahatan. Pun kalau berhak hanya sebatas pada penyeleng­garaannya dalam mendapatkan aset hasil kejahatan.

”Misalkan, BNN dan Dittipid Bareskrim itu berhak untuk menda­patkan uang hasil kejahatan narkotika, tapi sebatas hak karena penyelenggara,” terangnya.(idr/lyn)