JAKARTA–Politikus PDIP yang juga mantan narapidana kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung, Emir Moeis melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mempersoalkan pasal 162 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 162 KUHAP mengatur status saksi yang berhalangan hadir dalam persidangan pokok perkara. Di situ disebutkan, pernyataan saksi yang pernah disumpah dan diwawancarai dalam proses penyidikan (BAP) cukup dibacakan dalam persidangan jika dinyatakan berhalangan.
Ditemui di gedung MK, Emir mengatakan bahwa ketentuan tersebut sangat tidak adil. Dalam kasusnya dulu, mantan wakil komisi XI itu berkali-kali meminta jaksa dan majelis hakim menghadirkan Presiden Direktur Pacific Resources Inc Pirooz Muhammad Sharafih.
Namun, hal itu tidak direalisasikan karena warga negara Amerika tersebut dinyatakan berhalangan. Padahal, lanjut dia, Pirooz merupakan satu-satunya saksi yang pernyataannya memberatkan dakwaannya. ’’Dia takut karena ikut bersalah. Kedua, keterangannya banyak bohong,’’ ujarnya. Padahal, jika saksi didatangkan, Emir merasa bisa mendapat pidana lebih ringan atau bahkan dibebaskan.
Politikus kelahiran Jakarta itu menambahkan, gugatan tersebut sejatinya bukan hanya untuk dirinya. Apalagi, saat ini dia sudah menyelesaikan masa kurungan sejak divonis pada 2014. Mantan ketua DPD PDIP Kalimantan Timur itu juga membantah jika gugatan tersebut berkaitan dengan hak angket KPK. ’’Mencari keadilan sudah lewat, kok. Saya cuma mau mengungkapkan kebenaran supaya tidak ada lagi hal serupa,’’ imbuhnya.
Dia berharap, ketentuan dalam pasal 162 itu diubah. Untuk kasus saksi mahkota yang krusial, minimal ada ketentuan yang bisa memastikan kesempatan klarifikasi. Kalaupun benar-benar berhalangan hadir di luar kematian, bisa dilakukan telekonferensi.
Kuasa hukum Emir, Yusril Ihza Mahendra menambahkan, pasal tersebut telah menghilangkan hak konstitusional seorang terdakwa. Lebih lanjut, bahkan itu bisa dimainkan. ’’Bisa saja orangnya disembunyikan saat persidangan mulai,’’ ujarnya.
Selain itu, lanjut Yusril, dengan hanya membaca keterangan saksi di BAP, tidak ada kesempatan mengonfrontasi di persidangan. ’’Akibatnya, bisa timbul kesewenang-wenangan,’’ imbuhnya.(far/c4/fat)