25 radar bogor

Polisi Lidik Bullying SMAN 7

BOGOR–Polisi tak tinggal diam terkait kasus bullying yang menimpa LJ (16), siswa kelas X SMAN 7 Kota Bogor. Meski belum menerima laporan, Korps Bhayangkara tetap menyoroti kasus ini untuk menelisik dugaan pidana.

“Info sementara hanya dicekoki miras, nanti kami lihat apakah termasuk tindak pidana atau tidak, nanti dilihat sejauh mana dicekokinya,” ujar Kapolsek Bogor Utara, Wawan Wahyudin kepada Radar Bogor kemarin.

Penyelidikan dilakukan tim Polsek dengan meminta keterangan sekolah, keluarga korban, dan saksi-saksi di lokasi. Itu penting untuk mendata siapa saja pelaku pasti dalam aksi penganiayaan puluhan senior kepada adik kelasnya itu. Sejauh ini, kata Wawan, pihaknya menunggu hasil mediasi sekolah dengan orang tua korban dan para terduga pelaku.

“Sekolah berkomunikasi dengan kami. Mereka juga kooperatif memanggil orang tua terduga pelaku dan lainnya. Untuk benar atau tidaknya, kami akan mengklarifikasi kembali. Kami minta semua pihak, terduga pelaku maupun korban harus memberikan konfirmasi, datang ke Polsek, memberi keterangan,” ungkapnya.

Wawan memberi tenggat waktu kurang tujuh hari kepada pihak sekolah untuk upaya penyelesaian internal. Jika sampai waktu yang ditentukan belum ada perkembangan, pihaknya akan langsung turun.

“Kami juga akan klarifikasi kepada korban, sejauh mana puasnya. Dari komunikasi atau bentuk tanggung jawab, ditanyakan korban puas enggak,” cetusnya.

Di sisi lain, Wawan menya­yangkan minuman keras yang masih dengan mudah didapatkan pelajar. Padahal, pihaknya hampir tiap hari merazia lapak-lapak penjual miras ilegal, tapi seperti tak memberi efek jera.

“Karena sanksinya selama ini tipiring (tindak pidana ringan). Sekarang mereka jual miras, denda Rp200 ribu di pengadilan, nanti besok jualan lagi, tindak lagi. Ini sebetulnya menjadi tanggung jawab semua pihak, tapi kita tidak menyerah. Kalau ada, tindak lagi. Cuman sampai ke efek jera ke penjual itu kurang,” urainya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ahmad Hadadi menyesalkan peristiwa yang terjadi di SMAN 7. Ahmad menilai masalah yang terjadi tidak sederhana dan harus diselesaikan secara menyeluruh. “Yang pertama untuk korban, harus disembuhkan, jangan sampai nanti ada trauma juga. Buat pelakunya juga, yang jelas, harus diberi hukuman.

Dan tentu hukumannya yang sesuai dengan ketentuan, dengan juga memperhatikan dari sisi pendidikannya tetap berlanjut, jangan sampai nanti putus sekolah,” kata Hadadi.

Lebih dari itu, Hadadi mema­parkan, pihaknya tentu mem­prioritaskan bagaimana agar kekerasan jangan sampai terjadi di sekolah. Maka, upaya-upaya sosialisasi, penanaman pemahaman siswa, dan upaya preventif adalah suatu keniscayaan.

“Yang kedua, ketika sudah terjadi, ini harus diselesaikan secara arif bijaksana. Jangan sampai masalah ini memunculkan masalah baru. Bisa diselesaikan secara kekeluargaan tentu lebih bagus,” kata dia.

Selain itu, Hadadi mendesak sekolah dan keluarga pelaku memberi santunan yang layak kepada korban, di luar biaya pengobatan. Terlebih yang paling utama adalah pengobatan trauma korban agar mau kembali sekolah.

“Untuk pelakunya harus mendapatkan sanksi sehingga ada efek jera. Tapi tetap sekolahnya harus lanjut, itu saja kalau dalam kebijakan kami,” kata dia.

Hadadi pun mengamini apa yang dilakukan pelaku kepada korban terhitung tindakan yang berat dan berbahaya. Bahkan bisa berujung hilangnya nyawa seseorang. “Betul, ini termasuk tindakan kriminal. Cuma kan namanya anak-anak, tidak bisa menyalahkan sepihak. Diperlukan peran orang tua, sekolah, media juga yang begitu dahsyat, lingkungan yang membuat anak-anak kondusif,” bebernya.

Jadi, sambung Hadadi, peristiwa ini merupakan tanggung jawab bersama. Termasuk media yang banyak menyuguhkan kekerasan. Bukan masalah sekolah saja yang harus dievaluasi, tapi kesisteman informasi, tugas negara secara menyeluruh.

“Artinya bagaimana sekarang kita menyadari bahwa kita sedang darurat kekerasan, narkoba. Coba lah, jangan ada yang bermain-main di masalah ini. Kita harus menyelamatkan bangsa dan negara ini, terutama anak-anak,” ungkapnya.

Hadadi juga meminta semua pihak untuk lebih peduli, sehingga anak-anak memiliki masa depan gemilang. Terlebih peristiwa ini terjadi di sekolah negri.

“Ini perhatian kami, sekarang ini kan sedang diusung tagline sekolah ramah anak. Kami aktif bagaimana menjadikan sekolah ramah anak, sudah menjadi program, agar peristiwa serupa jangan sampai terulang,” cetusnya.

Hadadi juga menyebut, sekolah ramah anak patut dipahami. Bagaimana situasi di sekolah, mulai kurikulumnya, kemudian guru-gurunya, dan semua yang ada di sekolah, termasuk anak-anak, dan sarana prasarananya juga harus mendukung. ”Jangan sampai membuat anak menjadi stres. Ini komprehensif,” jelasnya.

Peristiwa yang terjadi di luar jam sekolah, menurut dia, erat kaitan dengan pihaknya yang tengah menerapkan perpres P2K, yakni penguatan pendidikan karakter. Ini yang menjadi fokus Disdik.

“Jadi kan nanti anak full day selama di sekolah, menjadi salah satu solusi. Concern kami kan di sekolahnya, nanti ketika berada di luar sekolah, menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Pendekatan ini harus kom­prehensif juga,” ung­kapnya.

Soal sanksi untuk sekolah yang didapati terjadi bullying, Hadadi tidak menutup kemungkinan akan dilakukan. “Insyaallah nanti ada, reward dan punishment,” tandasnya. (wil)