25 radar bogor

Apartemen Terintegrasi Stasiun Bogor

BOGOR– Rencana pemerintah membangun kawasan terintegrasi berkonsep transit oriented development (TOD) di Stasiun Bogor, bak dua sisi mata pedang.

Di satu sisi akan membangkitkan ekonomi di kawasan tersebut, tetapi di sisi lain bisa memicu kemacetan baru di kawasan stasiun. Maklum, tanpa adanya apartemen atau hunian terintegrasi stasiun, kondisi Jalan Kapten Muslihat sudah kadung macet parah. Apalagi, pemkot sebelumnya sudah berkomitmen akan memindahkan pembang­unan ke pinggiran kota.

“Rencana ini juga sama sekali belum dikoordinasikan dengan DPRD Kota Bogor,” keluh anggota Komisi C DPRD Kota Bogor, Teguh Rihananto.
Ia meminta agar Wali Kota Bogor Bima Arya konsisten untuk tidak melakukan pembangunan di pusat kota.

Mengingat kondisi lingkar Kebun Raya Bogor yang sudah sesak dengan pusat perbelanjaan, hotel dan restoran. “Ya, seharusnya beliau konsisten dengan apa yang dijanjikan,” ucapnya.

Ia berpesan agar pemkot tidak hanya terfokus pada rencana pembangunan TOD Stasiun Bogor, tapi juga pada TOD Stasiun Sukaresmi yang sudah lebih dulu direncanakan. “Komitmen perencanaan harus dijaga, karena anggaran sudah teralokasikan.

Secara peruntu­kan wilayah masuk kawasan strategis yang seharusnya dibuat rencana detail tata ruang (RDTR) dan rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) sebelum dilakukan pembangunan. Apalagi berskala besar,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Erna Hermawati membantah bahwa pemba­ngunan TOD Stasiun Bogor melanggar rencana tata ruang yang ada. “Dengan tata ruang sudah sesuai kok, apanya yang tidak sesuai? Yang namanya TOD, seluruh aktivitas ada. Kalaupun ada apartemen nanti, perpindahan penduduknya itu diatur. Mau ada underpass dan jembatan penyeberangan orang,” ujarnya.

Malah, menurut Erna, TOD Stasiun Bogor bisa menjadi solusi atas semrawutnya transportasi di pusat kota. Terlebih, bisa memuluskan jalan Kabinet Kerja Presiden Jokowi jika ingin mengadakan rapat di Istana Bogor dengan menggunakan kereta. “Sekarang ini kan kumuh di pusat kota.

Malu kita. Dengan adanya TOD, yang biasanya kabinet rapat di sini, bisa pakai kereta api. Nanti pergantian modanya akan mudah,” kata Erna.
Tak hanya itu, TOD Stasiun Bogor juga berbarengan dibangun dengan TOD Sukaresmi.

Hal itu dianggap menjadi solusi atas penumpukan penumpang KRL asal Bogor. Pasalnya, kini, selain Stasiun Cilebut, warga Bogor hanya bertumpu pada Stasiun Bogor. “TOD Sukaresmi jalan juga, tapi tidak sebesar Stasiun Bogor. Jadi peralihan, dari arah Bogor Barat, Tanah Sareal, Bogor Utara, semuanya ke sana (Sukaresmi),” paparnya.

Kini, rencana kedua TOD tersebut masih dalam tahap proses kajian analisis dampak lingkungan (amdal) dan analisis dampak lalu lintas (amdal lalin). Peletakan batu pertama yang rencananya dilakukan pada 5 Oktober mendatang itu, bakal tertunda jika salah satu perizinannya ada yang tidak terpenuhi. “Kalau perizinannya masih belum, ya kemungkinan diundur lagi. Sampai perizinan­nya selesai,” tandasnya.

Sebelumnya, Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman dengan lantang menentang rencana pembangunan TOD di Stasiun Bogor. “Yang paling ideal itu adalah kawasan Sukaresmi. Kalau kawasan Stasiun (Bogor) dikembangkan, sangat-sangat melanggar tata ruang yang ada,” ujar Usmar.

Ada beberapa alasan Usmar bahwa pengembangan kawasan Stasiun Bogor melanggar tata ruang. Antara lain, kini orientasi pengem­bangan kawasan sudah tidak lagi berpusat di tengah kota. Untuk itu, menurutnya, kawasan Stasiun Bogor dan sekitarnya perlu dipegang kokoh kebera­daannya.
“Kalau ini dipaksakan, Stasiun Bogor akan menjadi kawasan terparah di Kota Bogor,” terangnya.(rp1/c)