25 radar bogor

Wali Murid Minta Kepsek Segera Dimutasi

CILEUNGSI–Desakan ratusan wali murid SDN Cibeureum terus bergulir. Hingga kemarin, tuntutan mereka sama, yakni ingin pergantian kepala sekolah. Desa­kan itu sudah mereka sampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabu­paten Bogor, Luthfie Syam.

Salah seorang wali murid, Ulfa menerangkan, para wali murid sepakat menyurati Disdik agar tuntutan mereka segera direa­lisasi. “Tadinya kami mau demo lagi. Karena pertimbangan lain, kami memilih jalan lebih sopan, yakni memberikan surat ke Kadisdik,” ujarnya kepada Radar Bogor kemarin (13/9).

Dalam surat itu, para wali murid menandatangani kesepa­katan untuk memohon agar kepala sekolah segera dimutasi. Selain itu, dalam surat juga dilampirkan alasan para wali murid meminta pemindahan kepsek.

“Kami lampirkan tanda tangan kese­pakatan wali murid dan ala­san kami meminta agar kepala sekolah diganti,” tuturnya. Ala­san mereka, antara lain, ketidak­transparan kepala seko­lah atas setiap uang yang diteri­ma dan dikeluarkan.

Seperti, keterlambatan gaji guru, pengalihfungsian dana infak untuk kurban ke pengadaan batik yatim, dan penggunaan uang tabungan siswa. “Kepsek gunakan tabungan untuk bayar utang pribadinya. Wali murid dan guru tak sepakat uang tabu­ngan anak-anak untuk menutupi utang,” ucapnya.
Selama ini, sambungnya, bukan hanya orang tua murid yang curiga kepada kepsek, tapi juga guru. “Wali kelas sering dipaksa setorkan uang tabungan anak. Tapi, mereka menolak karena tidak jelas uang itu untuk apa,” tukasnya.

Menyikapi hal itu, Kepala SDN Cibeureum, Buchori mene­gaskan, selalu melibatkan guru dan wali murid untuk menen­tukan kebijakan. Seperti penen­tuan tata tertib di sekolah dan keterlambatan gaji guru.

“Semua sekolah pasti telat bayar gaji guru. Kalau di sini hanya terlambat dua bulan. Ada sekolah yang lebih parah dari kami,” ujarnya kepada Radar Bogor. Terkait dana infak kurban, Buchori menerangkan, ingin meluruskan kesalahan tradisi kurban yang dilakukan sekolahnya.

Menurutnya, kurban di seko­lah­nya bertentangan dengan aturan hukum Islam. Karena menye­satkan, Buchori meng­ambil kebijakan untuk menga­lihkan uang kurban untuk santunan anak yatim.

“Aturan Islam, satu sapi untuk tujuh orang, jadi tidak bisa kurban atas nama lembaga. Karena itu kesalahan, maka saya alihkan untuk memba­hagiakan anak yatim,” terangnya.

Akhirnya, Buchori memu­tuskan untuk memberikan baju batik kepada siswa yatim dengan menggunakan dana kurban. Sehingga, siswa yatim tak perlu membeli baju batik. “Saya sudah beli tiga kodi. Jumlah anak yatim­nya belum fix. Namun tetap akan disalurkan,” ucapnya.(azi/c)