25 radar bogor

IPB Siapkan Prodi Masa Depan

BOGOR–Permasalahan tenaga kerja yang mumpuni di masa yang akan datang, tak lepas dari kontribusi perguruan tinggi (PT) untuk memper­siap­kannya. Soal ini, Rektor IPB Prof Herry Suhardiyanto mengung­kapkan, IPB harus lebih cepat lagi, antisipatif dan progresif dalam meran­cang program studi (prodi) yang akan diperlukan di masa-masa yang akan datang.

Hal ini yang diungkapkannya seusai menghadiri Indonesia Career Center Network (ICCN) Summit 2017 di IPB International Convention Center (IICC), Selasa (12/9). “Maka, fleksibilitas dalam membuka program studi dan sambil tetap membangun sistem penjaminan mutu yang baik, itu kombinasi yang harus kita lakukan. Di satu sisi harus fleksibel, dan sisi lain harus kredibel mutunya,” jelas Herry.

Dari segi pendidikan dibutuhkan juga intensitas dan juga sistem insentif untuk perguruan tinggi dan sektor industri, jasa yang menyerap tenaga kerja, agar mereka bersama-sama merancang working place curricular.

“Bagaimana kita mengem­bangkan dual system, yaitu memberikan satu nilai tertentu, untuk mereka para mahasiswa yang melakukan aktivitas, hasil kerja sama antara kampus dengan perusahaan, bagaimana mereka tetap bekerja tapi mendapatkan SKS. Jadi, itu namanya dual system working place curricular,” kata Herry.

Selain itu, Herry mengatakan, di bidang akademik harus merancang kebutuhan sarjana yang 10 tahun yang akan datang. Berapa banyak, juga kompeten­sinya apa saja. Sehingga, IPB menerima mahasiswa baru program sarjana memang berdasarkan skenario masa depan yang secara konsisten direalisasikan oleh bangsa ini.

“Jadi, semacam rancangan atau skenario kebutuhan sumber daya manusia masa depan, baik di bidang ekonomi maupun lainnya. Kita melakukan kerja sama yang intens dengan dunia kerja, mengembangkan kewirausahaan, dan mem­bangun juga kapasitas untuk melahirkan inovasi, sehingga lulusan kita memiliki kemampuan itu,” bebernya.

Herry juga mengatakan, lulusan IPB yang menjadi wirausaha sudah sesuai target, yakni di atas 4 persen. Tapi secara nasional, sekurang-kurangnya 2 persen dari jumlah penduduk menjadi wirausaha. Namun memang, di bidang pertanian masih banyak di atas 37,1 persen.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan RI, Hanif Dakhiri yang turut hadir dalam ICCN Summit 2017, menegas­kan, working poor atau pekerja miskin memiliki angka yang cukup besar. Artinya apa, Indonesia membutuhkan akses dan mutu untuk pelatihan yang lebih baik, dalam rangka pengangkatan tenaga kerja baru. “Untuk memperbaikinya diperlukan peningkatan akses dan mutu harus dilakukan, baik oleh kerja sama pemerintah, dunia usaha, lembaga pelatihan,” imbuhnya.(wil/c)