25 radar bogor

Minta Cukai Hanya Naik 4,8 Persen

LESU: Seorang petani tembakau di Desa Pijot, Kecamatan Kruak, Lombok Timur, memetik daun tembakau di sawahnya. Di tempat terpisah, pengusaha rokok mengeluhkan kenaikan cukai hasil tembakau
LESU: Seorang petani tembakau di Desa Pijot, Kecamatan Kruak, Lombok Timur, memetik daun tembakau di sawahnya. Di tempat terpisah, pengusaha rokok mengeluhkan kenaikan
cukai hasil tembakau

JAKARTA–Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menyam­paikan keberatan atas rencana kenaikan cukai. Mereka hanya bersedia jika pro­yeksi kenaikan penerimaan cukai rokok tidak lebih dari 4,8 persen. Salah alasannya, volume produksi yang masih lesu. Tuntutan tersebut disampaikan Gaprindo dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran DPR.

”Volume industri hasil tembakau, dalam dua hingga tiga tahun terakhir, secara total, menurun. Keberatan ini paling tidak untuk mencegah penurunan yang lebih parah karena industri ini sedang mengalami stagnasi,” ujar Ketua Umum Gaprindo Muhaimin Moefti.

Dia menyebutkan, volume produksi rokok mengalami tren penurunan sejak 2016. Tahun lalu volume produksi rokok turun 2 persen atau 342 miliar batang. Selanjutnya, pada 2017, Gaprindo memprediksi volume produksi rokok menurun 3 persen menjadi 330 miliar batang.

Penurunan produksi tersebut dikha­watirkan malah akan membuat target penerimaan negara melalui cukai tidak tercapai. Padahal, rokok merupakan salah satu penyumbang cukai terbesar di Indo­nesia dengan kontribusi 97 persen.

Berdasar realisasi penerimaan cukai Agustus kemarin, cukai hasil tembakau (CHT) masih mendominasi penerimaan cukai pemerintah. Totalnya mencapai Rp68,3 triliun, Rp65,5 triliun di antaranya berasal dari CHT.

”Diperkirakan, kinerja industri rokok menyusut hingga 3 persen pada akhir tahun ini, di samping soal produksi, maraknya rokok ilegal,” tambah Head of Regulatory Affairs, International Trade, and Communications PT Hanjaya Manda Sampoerna Tbk Elvira Lianita yang juga tergabung sebagai anggota Gaprindo.

Gaprindo mencatat jumlah rokok ilegal di Indonesia mencapai 14 persen dari total produksi rokok. Jumlah tersebut naik dari catatan sebelumnya, yaitu 10 persen. ”Rokok yang tidak pakai banderol itu 14 persen, 30 miliar batang, dari total rokok. Salah satu cara untuk bisa meredam produksi dan konsumsi rokok ilegal adalah menjaga agar cukai rokok tidak naik tinggi,” lanjut Moefti.

Selain itu, Gaprindo menyinggung soal penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penundaan Pembayaran Pita Cukai. Sebab, beleid tersebut mengakibatkan pembayaran cukai pada 2018 hanya dihitung selama 11,5 bulan. Sementara itu, sisa pem­baya­rannya dialihkan pada 2019.

Ketua Badan Anggaran DPR Aziz Syamsudin menyebutkan, permintaan Gaprindo diserahkan pada pembahasan mengenai penerimaan cukai rokok di Komisi XI DPR dalam beberapa waktu ke depan. ”Biarlah nanti komisi XI yang memutuskan. Sebab, kalau dari perhitungan kami, kenaikan penerimaan cukai rokok itu hanya 0,5 persen.

Target APBN 2018 kan Rp148 triliun dari APBN 2017 yang hanya Rp147 triliun,” jelas legislator Partai Golkar tersebut Anggota Banggar DPR lainnya Andi Achmad Dara berharap komisi XI tidak menurunkan target penerimaan cukai rokok. Dia menuturkan, angka target Rp148 triliun itu justru harus diperkuat.(agf/c24/sof)