25 radar bogor

Mandiri tak Takut Hidup Sendiri

Dalam kurun waktu delapan bulan, Pengadilan Agama (PA) Kota Bogor panen perkara cerai. Total ada 1.129 kasus yang kini sedang diproses. Mayoritas kasus masih didominasi cerai gugat. Banyak pihak istri yang menjadikan ekonomi sebagai alasan perpisahan.

DARI jumlah tersebut, memang tidak semuanya dinyatakan resmi berpisah. Rentang usia 20 tahun sampai 35 tahun yang terbanyak. ”Rata-rata yang cerai masih muda,” ucap Panitera Muda Hukum pada Pengadian Agama Bogor, Agus Yuspiain.

Sebagian besar alasan yang diajukan adalah masalah ekonomi. Lebih dari setengahnya yang mengajukan gugat cerai, dilatarbelakangi dengan alasan materi. Pihak suami dianggap tidak mampu memberikan nafkah sesuai dengan yang diharapkan istri.

Sebagian lagi meninggalkan pasangan tanpa sebab dan kabar. Sampai alasan ketidakcocokan dan pertengkaran yang terus terjadi.

Agus menyatakan, setiap tahun paling banyak permohonan cerai yang diajukan pihak perempuan. Mereka tidak lagi tabu atau malu jika menyandang status janda. Terutama para perempuan yang bekerja. Memiliki penghasilan sendiri dan tidak menggantungkan suami. ”Memang eranya emansipasi. Cerai pun pihak perempuan yang mengajukan,” ujarnya.

Ia sempat mengisahkan salah satu perkara yang dianggapnya unik. Yaitu, perkara gugatan cerai yang timbul hanya gara-gara masalah sepele. Seperti yang dialami Ajeng (bukan nama sebenarnya). Dia sempat jengkel lantaran dipaksa berhubungan badan dengan suaminya, Erwin (nama samaran). Keduanya memang pekerja keras, yakni sama-sama berprofesi sebagai peneliti.

Malam itu, Ajeng mengaku kecapekan karena telah bekerja seharian. Namun ketika hendak beristirahat, ia dipaksa melakukan aktivitas pasutri oleh suaminya. Ajeng pun menolak sehingga menimbulkan amarah sang suami. Walhasil, hanya gara-gara perkara semalam, hubungan keluarganya runtuh. Padahal sudah terjalin belasan tahun, meski keduanya belum dikaruniai buah hati.

Selain itu, menurut Agus, perkara yang kerap terjadi antara lain karena belum mengenal perilaku masing-masing personal. Seperti, Puan (nama samaran) yang menikah pada umur 25 tahun dengan Hari (nama samaran) yang berusia 26 tahun. Keduanya bercerai ketika usia pernikahannya baru seumur jagung.

Ketika menginjak bulan ketiga, Puan menggugat cerai Hari lantaran baru mengetahui Hari seorang yang pemalas.

Segala pribadi Hari yang belum terlihat saat sebelum menikah, sontak membuat kaget Puan yang baru mengetahui bahwa Hari juga seorang pemabuk. Beberapa perkara tersebut, dianggap Agus, biasa terungkap di kursi persidangan PA.

Ia meminta kepada seluruh pasangan yang hendak melanjutkan ke jenjang pernikahan, untuk bisa benar-benar mengenal karakter satu sama lain. Sebab, menurutnya pernikahan merupakan suatu hal yang sakral.

Sehingga jika terjadi perkara, maka perceraian yang merupakan sifat dibenci Tuhan menjadi jalan keluarnya. “Coba kenali dahulu pasangan baik-baik. Kalaupun telanjur menikah, seharusnya bisa diselesaikan tanpa ego masing-masing,” tandasnya.(rp1)