25 radar bogor

Menguak Pungutan Berkedok Sumbangan di SDN Sukadamai 3

BOGOR–Berapa harga seragam sekolah? Jika itu di SDN Sukadamai 3, sekolah akan menjawab Rp3,6 juta untuk tiga setel lengkap dengan atribut. Mulai seragam OSIS, olahraga hingga batik. Namun, jika pertanyaan serupa dilontarkan kepada pedagang Pasar Bogor atau Pasar Kebon Kembang, mereka hanya menghargai Rp150 ribu–Rp 200 ribu per setel. Itu untuk kualitas bagus.

Untuk selisih harga yang sangat jauh itu, para wali murid baru di SDN Sukadamai 3 tidak punya pilihan lain. Bahkan, bagi wali murid yang tidak membayar, siap-siap anaknya bakal frustrasi. Seperti yang dialami anak EA (36), salah satu siswa kelas 1 di SDN Sukadamai 3.

Lantaran enggan membayar Rp3,6 juta, anaknya tidak mendapat seragam olahraga. Hal itu membuat anaknya minder dengan teman-teman sekelasnya. “Anak saya minder di situ, dia sempat tidak mau sekolah gara-gara melihat yang lain pada dapat baju olahraga, tapi dia tidak,” ujarnya kepada Radar Bogor kemarin (5/9).

Dia terpaksa harus mendatangi komite sekolah untuk berdiskusi. Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya ia diperbolehkan untuk hanya membayar baju olahraga dan baju batik saja sebesar Rp385 ribu.

Penolakan EA untuk membayar uang sebesar itu cukup beralasan. Pasalnya, pihak sekolah juga membebani para orang tua siswa baru untuk membangun dua kelas untuk para siswa sebesar Rp520 juta. Sebab, ada beberapa anak yang terpaksa belajar di ruangan laboratorium, akibat jumlah siswa yang diterima tidak seimbang dengan siswa yang masuk.

Namun, belum sempat disepakati permintaan itu akhirnya ditolak oleh sebagian besar orang tua murid. Sebab, mereka menganggap pembangunan sekolah negeri sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah. “Alasannya waktu itu, pemerintah lebih fokus untuk membangun sekolah-sekolah yang memang sudah tidak layak,” jelasnya.

Protes orang tua, sambung dia, karena yang dimintai untuk membangun ruang kelas hanya orang tua murid kelas 1. Meski nominal iurannya tidak ditentukan, tapi menurutnya, banyak orang tua yang tidak peduli untuk membayar kebutuhan tersebut.

Nah, selain urunan membangun ruang kelas, setiap peserta didik baru dimintai uang sebesar Rp3,6 juta tadi, untuk uang seragam dan lain-lain. Angka itu disebutkan saat perkenalan orang tua dengan wali kelas, kepala sekolah, serta ketua komite.

Meski orang tua murid sudah meminta rincian dari biaya sebesar Rp3,6 juta, hal itu rupanya tidak digubris oleh komite maupun pihak SDN Sukadamai 3. Yang pasti, biaya tersebut sudah mencakup baju olahraga dan batik.

Pungutan sekolah tidak hanya sampai di situ. Ternyata, masih ada iuran yang wajib dibayar orang tua murid dengan dalih sumbangan sekolah. Setiap bulannya, setiap orang tua murid diminta membayar minimal Rp150 ribu. Meski sudah berlaku sejak beberapa tahun lalu, pemberlakukan iuran tersebut rupanya tidak disosialisasikan terlebih dahulu kepada wali murid yang baru masuk. “Saat pertemuan dengan komite tidak ada pembahasan Rp150 ribu. Kami baru tahu ketika mulai pembelajaran, jadi belum ada kesepakatan juga dari orang tua murid yang baru,” ujarnya.

Sumber Radar Bogor yang juga wali murid siswa kelas 4 di SDN Sukadamai 3, membeberkan bahwa tahun-tahun sebelumnya disosialisasikan terlebih dahulu kepada orang tua murid mengenai sumbangan sekolah sebesar Rp150 ribu. “Iuran Rp150 ribu ini telah berlaku semenjak anak saya sudah masuk sekolah kira-kira tahun 2013.

Tapi, saya masih membayar pada saat itu karena instruksi yang disampaikan jelas. Hanya, saat ini saya tidak mau membayar sekali pun karena perintahnya tidak jelas,” ungkapnya.

Perincian yang kini dirasanya tidak jelas juga membuatnya geram. Komite sekolah maupun sekolah dianggapnya tidak transparan dalam mengelola keuangan yang masuk dari orang tua murid. Padahal, ia harus mengeluarkan uang untuk membeli buku paket sebesar Rp450 ribu yang bisa digunakan untuk satu tahun.

Kegeramannya itu membuat ia melapor sana-sini mengenai dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan komite sekolah maupun pihak SDN Sukadamai 3. Dugaan tersebut sudah dilaporkannya kepada Polresta Bogor Kota, DPRD Kota Bogor, serta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. “Kalau dulu itu, sebelum memungut sumbangan dari orang tua murid ada rencana keuangan sekolah (RKS). Terus disosialisasikan kepada orang tua murid mengenai biaya yang didapat dari bantuan operasional sekolah (BOS) berapa besarnya dan kurangnya berapa. Itu sekitar satu dan dua tahun yang lalu,” paparnya.

Ia juga mengungkap masalah biaya perpindahan siswa. Hasil diskusinya dengan orang tua murid pindahan ke SDN Sukadamai 3, sempat dimintai sejumlah dana yang cukup besar agar anaknya bisa bersekolah di situ. Besarannya mencapai angka Rp5 juta.

Sejatinya, aturan tentang sumbangan dan bantuan pendidikan sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Dalam aturan itu jelas mengatur batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan komite sekolah.

“Penggalangan dana tersebut ditujukan untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah dengan asas gotong royong,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Thamrin Kasman.

Dalam permendikbud tersebut, komite sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan dana berupa sumbangan pendidikan, bantuan pendidikan, dan bukan pungutan.(rp1/d)