25 radar bogor

Bekuk Gay ’’Impor’’ Asal Maroko

 

BOGOR–Lagi-lagi LGBT ”buka praktik’’ di kawasan Puncak, Bogor. Pekan kemarin, Kantor Imigrasi Kelas I Bogor membongkar bisnis seks gay yang dilakukan seorang pria pencari suaka asal Maroko. Pria bernama Nafaq (33) itu juga masuk ke Indonesia menggunakan dokumen palsu dan mengaku sebagai wanita.

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”block” ihc_mb_who=”unreg” ihc_mb_template=”3″ ]

Nafaq adalah pengungsi dalam naungan United Nations High Com­missioner for Refugees (UNHCR) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Namun, perlindungan yang didapatnya di kawasan Cisarua dimanfaatkan untuk menjual diri. Pria yang juga menjadi germo homoseksual itu ditangkap di sebuah kontrakan di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

“Kami dapat laporan warga yang curiga dengan aktivitas pelaku. Setelah diperiksa, dokumennya berjenis kelamin wanita, tapi kenyataanya dia pria,” ujar Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan pada Kantor Imigrasi Kelas I Bogor, Arief Hazairin Satoto kemarin (4/9).

Toto -sapaan akrabnya- menjelaskan bahwa selama menjadi pengungsi, Nafaq nyambi menjadi germo. Saat hendak mengungsi ke Indonesia, pria berkulit putih itu menyaru sebagai perempuan. Tapi, setelah masuk ke Indonesia, Nafaq mengubah penampilannya kembali maskulin.

“Dia menjadi perantara transaksi seks homoseksual. Tapi, kami juga curiga dia menjual dirinya sendiri ke turis Timur Tengah. Karena pengakuannya suka sama itu (gay),” ungkap Toto.

Toto menyayangkan ulah para imigran. Padahal, kedatangan mereka selalu mendapat pengawasan dan pendataan Kantor Imigrasi Bogor. Kerap kali mereka menyalahi aturan dengan beraktivitas di luar peraturan undang-undang. “Ya, kalau datangnya ke sini untuk agen LGBT, apalagi. Kami tahan dan kami akan deteksi yang lainnya,” tegasnya.

Imigrasi Bogor sudah melapor­kan imigran tersebut ke Direktorat Jenderal Imigrasi. Pantauan Radar Bogor, lelaki bertubuh tinggi dengan pipi kemerah-merahan itu kini ditahan di Kantor Imigrasi Bogor. Selama di tahanan, ia enggan merawat diri, bahkan untuk sekadar mandi.

Nafaq masih meringkuk di ruang tahanan menunggu dijemput Dirjen Imigrasi. Saat hendak diwa­wancara, Nafaq menolak meski fasih berbicara bahasa Indonesia. “Kami tak segan melaporkan ulah para imigran agar dideportasi,” tegas Toto lagi.

Sebelumnya, petugas gabungan juga menggerebek enam pasang lesbian di sebuah kontrakan di Kampung Benteng, Desa Tugujaya, Kecamatan Cigombong. Di rumah-rumah petak itu, kaum LGBT bebas beraktivitas.

Sabtu (2/9) malam, tim gabungan Babinkamtibmas Polsek Cijeruk, Babinsa Koramil Cijeruk, Satpol PP Kecamatan Cigombong dan sejumlah warga menggerebek kontrakan yang dihuni 12 perempuan yang diduga berpasang-pasangan. Enam di antaranya berambut panjang berpakaian feminin. Enam lainnya berambut pendek dan bergaya menyerupai laki-laki.

“Perempuan semua. Tetapi ada yang sebagai lelaki dan sebagai perempuan,” ujar Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban pada Satpol PP Kecamatan Cigombong, Sumantri, kepada Radar Bogor.

Sumantri mengatakan, berdasarkan laporan masyarakat, para pendatang yang mengontrak itu kerap memamerkan kemesraan di depan publik. Namun langkah ketua RT setempat memeriksa mereka kerap gagal lantaran penghuni kontrakan itu sering menghindar. Warga sekitar pun meminta para penghuni kontrakan keluar dari wilayah mereka. “Kami berterima kasih, warga tidak anarkis saat razia,” ungkapnya.

Rupanya pengusiran ini bukan kali pertama dialami para lesbian itu. Setelah diinterogasi, mereka terbiasa hidup nomaden dengan berpindah-pindah kontrakan. Sebelum mengontrak rumah di Cigombong, mereka tinggal di rumah-rumah petak di Desa Kutajaya, Kabupaten Sukabumi.

“Katanya mereka pernah diusir juga di Sukabumi. Tetapi kami mewakili warga juga tidak menerima mereka di sini,” ujar Kepala Desa Tugujaya, Sugandi Sigit.(don/c)

[/ihc-hide-content]