25 radar bogor

Stres dan Fenomena Bunuh Diri

PENGHILANG STRES: Para perempuan dari berbagai organisasi foto bersama dr Riati Sri Hartini, M.Sc., SpKJ setelah acara.
PENGHILANG STRES: Para perempuan dari berbagai organisasi foto bersama dr Riati Sri Hartini, M.Sc., SpKJ setelah acara.

Ya, sakit persendian, gatal-gatal atau gangguan fisik adakalanya tidak bersumber dari sakit fisik atau menderita penyakit. Menurut dr Riati Sri Hartini, M.Sc., SpKJ, gangguan mood pada seseorang juga bisa terlihat dari gejala fisik, bukan hanya kognitif atau emosi. Karena itu, jika sakitnya tak sembuh-sembuh dengan obat dokter, mungkin Anda harus coba mendatangi psikiater atau terapis untuk berkon­sultasi.

“Mungkin saja, gangguan atau sakit pada fisik itu bisa sembuh, jika psikis atau mood-nya diperbaiki,” jelas dokter spesialis kejiwaan RS PMI ini saat menjadi nara­sumber dalam acara Cafe Female Radar Bogor bertema ‘Stres dan Fenomena Bunuh Diri’ di lantai lima Graha Pena.

Menurut dr Riati, gejala seseorang yang mengalami gangguan mood dibagi menjadi tiga yaitu gejala fisik, gejala kognitif, dan gejala emosi. Gejala fisik yang ditimbulkan yaitu peningkatan denyut jantung, tangan berkeringat, sakit kepala, sesak napas, gangguan cerna, sakit belakang, kelelahan, gatal-gatal dan perubahan berat badan.

Gejala kognitif yaitu sering lupa, sulit fokus, sulit memproses informasi, pikiran negatif dan susah membuat keputusan dan gejala emosi yaitu mudah marah, cemas terhadap banyak hal, cepat panik, ketakutan, sering menangis dan peningkatan konflik interpersonal. “Tiga gejala itu bisa muncul bersamaan, tapi bisa juga tidak, tergantung seberapa besar Anda mengalami gangguan mood,” tegasnya.

Selain gangguan mood, kata dr Riati Sri Hartini, M.Sc., SpKJ, ada pula gangguan jiwa atau stres yakni adanya ketimpangan dalam penyesuaian antara tuntutan lingkungan dan kapasitas respons individu. “Suatu ketegangan yang dirasakan ketika menghadapi stresor (fisik, mental, sosial, dan spiritual). Stres merupakan reaksi yang muncul secara otomatis ketika menghadapi situasi berbahaya atau menuntut,” jelasnya.

Stres, jelas dr Riati, sebetulnya merupakan sebuah alarm untuk diri kita sendiri dan kita harus beradaptasi terhadap setiap stresor. “Sejauh mana kita menghadapi stresor itu, maka gangguan yang muncul pun akan berbeda pada masing-masing orang,” tambahnya.

Stres dapat menim­bulkan gangguan jiwa maupun fisik. “Setiap orang memiliki masalah namun yang membeda­kannya adalah bagaimana individu merespons dan cara mengatasi masalah yang dialaminya,” terangnya.

Penilaian individu atau persepsi terhadap stres dibagi menjadi tiga yaitu eustress yang memiliki arti stres yang baik, respons ketika individu memiliki masalah dapat benar-benar memberikan memotivasi dan membuat individu menjadi pribadi yang lebih baik, kedua, distress yaitu stres yang negatif di mana individu akan merasa sangat tertekan dan ketiga, netral di mana respons dari individu tersebut biasa saja.

“Pencetus stres lebih kepada tekanan-tekanan, itu akan terlihat secara jelas ketika seseorang sudah mempunyai kerentanan, pencetus stres sendiri datang dari berbagai faktor seperti ekonomi, pendidikan, sosial, keluarga, kesehatan dan lain-lain,” tutur Ria.(cr6/c)