25 radar bogor

Korban Gagal Umrah PT ATI Bermunculan

BOGOR–Calon jamaah umrah korban PT ATI terus bermunculan. Sejak diberitakan Radar Bogor kemarin (30/8), beberapa korban mulai berani buka suara. Hanifah (49), seorang dosen perguruan tinggi di Bogor, salah seorang di antaranya.

Kepada Radar Bogor, Hanifah menceritakan pertama kali mengenal PT ATI pada November 2016. Informasi itu didapatnya dari seorang kerabat di tempatnya bekerja. Memang dari cerita yang diterimanya, travel tersebut semula tak ada masalah.

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”block” ihc_mb_who=”unreg” ihc_mb_template=”3″ ]

“Katanya, pelayanan bagus dan sesuai yang dijanjikan. Saya tertarik dan mendaftar Desember 2016. Langsung direspons oleh manajer haji dan umrah perusahaan itu. Jadi, saya tidak melalui agen marketing,” tuturnya.

Singkat cerita, Hanifah dijadwalkan umrah Maret 2017. Tapi selang beberapa pekan, dia sempat ditawarkan untuk keberangkatan lebih cepat, yakni Januari 2017 dengan biaya Rp23 juta. Syaratnya, itu kuota reguler bukan harga promo. “Kalau berangkat Maret, saya ikut promo Rp20 juta dengan perjalanan sembilan hari,” ungkapnya.

Kala itu, manajer haji dan umrah PT ATI, HB, mengatakan bahwa pembayaran tidak bisa dicicil. Tanpa pikir panjang, Hanifah langsung melunasi Rp40 juta, untuk keberangkatan dua orang bersama sang suami. “Saya transfer dua kali, tanggal 22 dan 23 Desember, langsung ke rekening pemilik perusahaan. Pertama Rp15 juta, kedua Rp25 juta. Itu pun dilakukan dengan jeda waktu satu hari karena tidak bisa transfer sekaligus. Tapi, kuitansi bukti pembayarannya dijadikan satu,” imbuhnya.

Di titik ini kejanggalan mulai terasa. Sang manajer travel turut mendampinginya saat mentransfer biaya di ATM. Hanifah sempat berkata, jika keberangkatannya tidak bermasalah, ia akan mengajak empat adik dari suaminya. Tapi, sang manajer malah melarang.

“Alasannya, lebih baik saya dengan sang suami dulu. Kalau sesuai dengan yang dijanjikan, baru mengajak orang lain. Saya merasa aneh, kenapa mengajak orang lain dilarang,” kata dia.

Setelah mentransfer biaya kedua kalinya, sang manajer tiba-tiba tak bisa dihubungi. Padahal, Hanifah menghubungi untuk menginformasikan bahwa pembayaran kedua telah dilunasi. Keesokan harinya, ia menelepon kantor travel dan direspons oleh seorang staf.

“Staf itu bilang, telepon seluler bosnya hilang. Akhirnya, saya bilang ke staf itu bahwa saya sudah melakukan pelunasan. Dia minta saya bawa bukti pembayaran ke kantor,” ucapnya.

Kejanggalan semakin terasa saat Hanifah mengetahui bahwa ternyata manajer itu keluar dari perusahaan pada awal Maret 2017. Selain itu, staf yang menerima pembayaran transfer juga sudah keluar. Hanifah kaget saat mengetahui dua orang penting yang mengetahui semuanya keluar dari peruahaan saat jadwal keberangkatannya tinggal menghitung hari.

“Tanggal 15 Maret saya datangi kantor travel dan ternyata banyak orang baru. Saya pun dijanjikan berangkat akhir April dan paling telat awal Mei,” akunya.

Mendekati April, para jamaah yang belum diberangkatkan kompak melakukan aksi demo karena tidak ada kejelasan. Tapi, PT ATI meredam emosi itu dengan mengundang jamaah manasik haji di halaman depan kantor, kawasan Ruko Klasik Nirwana Golden Park, Jalan Kol Edyoso Martadipura, Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor, pada 15 April.

“Selesai manasik waktu itu diharapkan berangkat 22 atau 23 April. Ternyata sudah mendekati hari-H, belum ada juga ada panggilan. Akhirnya kita pikir diundur (tanggal) 27. Alasannya juga selalu diundur tiga atau empat hari,” kesalnya.

Pada 28 April, Hanifah bersama jamaah lainnya kembali mendatangi kantor PT ATI. Saat itu, manajemen travel berdalih ada masalah kesalahan nama yang tertukar di paspor dan lainnya. Lagi-lagi, jamaah dijejali janji.

“Katanya, tanggal 5 Mei berangkat. Tapi, tidak ada panggilan juga. Sampai akhirnya seluruh jamaah tidak percaya lagi. Lalu, kita minta pemilik perusahaan menandatangani kesepakatan perjanjian. Kita minta refund karena dia tidak bisa memberangkatkan. Akhirnya ditandatangani di atas materai semua berkas nama jamaah dan total keuangannya. Tapi sampai jatuh tempo, uang tak kunjung kembali,” paparnya.

Korban lainnya, Wedi Kusumah (43) mengaku mengalami kerugian sebesar Rp60 juta. Uang itu biaya untuk keberangkatan bersama istri dan seorang ustaz yang diberangkatkan oleh perusahaannya. Pembayaran dilakukan pada November 2015 dengan awal pemberian uang muka Rp15 juta untuk tiga orang. Pelunasan dilakukan selama tiga bulan, tepatnya Januari 2017. “Saya menggunakan paket Rp20 juta dengan keberangkatan Februari tetapi diundur hingga April,” ucapnya.

Ia melanjutkan, satu hari sebelum keberangkatan, tepatnya 6 April 2017, ia mengirimkan koper ke kantor travel. Ternyata, saat ia tiba di kantor travel ia diberitahukan bahwa keberangkatannya diundur tanpa waktu yang tak dapat ditentukan. Padahal, Wedi telah melakukan manasik haji dan persiapan lainnya.

Ia mengaku pertama kali mengetahui dari Resno selaku agen marketing. Namun, Resno pun ternyata tidak mengetahui kalau sebenarnya perusahaan sedang bermasalah. Karena sampai dengan November 2016, jamaah umrah masih ada yang berangkat. “Setelah mengetahui diundur, saya langsung berkoordinasi dengan Pak Resno. Di situ saya baru tahu kalau sebenarnya ada banyak jamaah lain yang belum diberangkatkan,” katanya.

Karena masih tak ada kejelasan, Wedi bersama korban lainnya sepakat melapor ke polisi. “Kita ambil tindakan agar ini bisa mendapatkan titik terang yang lebih jelas dengan cara melaporkan ke kepolisian. Harapan saya, karena saya niatnya ibadah jadi saya tetap ingin uang kembali agar saya bisa indahkan ke tempat lain agar bisa meneruskan rencana ibadah saya bersama ke istri,” pungkasnya.

Agen Marketing PT ATI, Resno Tjikamit mengatakan, kemarin pihaknya kembali datang ke Mapolres Bogor untuk mengumpulkan berkas. Hal tersebut dilakukan agar laporan bisa segera ditindaklanjuti. “Tadi saya bersama dua rekan agen marketing sudah datang ke Polres Bogor. Rencananya, Sabtu atau Senin akan datang kembali karena masih ada berkas yang harus dilengkapi,” ujarnya.

Ia melanjutkan, tiga perwakilan agen marketing akan menjadi kuasa jamaah yang gagal diberangkatkan oleh PT ATI. Namun, kepolisian meminta kuasa tersebut dalam bentuk tertulis di atas materai. “Minimal 15 jamaah yang mewakili seluruh jamaah dari tiga agen travel. Setelah nanti dibuatkan LP, kepolisian akan mulai memproses laporan,” tukasnya.

Informasi yang dihimpun Radar Bogor, ada juga korban yang mengikutsertakan sembilan kerabatnya untuk umrah melalui jasa PT ATI. Tapi, kesemuanya gagal berangkat.
Sementara pantauan Radar Bogor di kantor PT ATI, bangunan ruko perusahaan tersebut telah dirantai pada tuas pintu masuk. Tapi, kondisi ruangan di dalam kantor masih tertata rapi.

“Kurang lebih satu bulan sudah tutup. Cuma saya tidak tahu tutupnya kenapa dan itu dirantai, padahal biasanya ramai,” aku juru parkir ruko.

Kasubbag Humas Polres Bogor AKP Ita Puspita Lena mengaku belum mengetahui detail kasus tersebut. “Saya belum monitor,” singkatnya. Sedangkan pemilik travel H Heri masih tidak bisa dimintai keterangan. Panggilan telepon dan pesan singkat di nomor 087788xxxxxx milik yang bersangkutan juga tetap tidak direspons.(rp2/d)

[/ihc-hide-content]