25 radar bogor

Catat! Beras tak Boleh Lebih Rp9.450/Kg

JAKARTA–Setelah dua minggu melakukan pembahasan tertutup, Kementerian Perdagangan kemarin (24/8) mengumumkan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditas beras. Kemendag mematok harga Rp9.450 per kg untuk beras medium dan Rp13.800 per kg untuk beras premium. Harga tersebut berlaku mulai 1 September.

Penetapan harga itu langsung dipertanyakan banyak pihak lantaran saat ini banyak pedagang kecil yang menjual beras di atas HET. Sebab, para pedagang membeli beras dari distributor dengan harga tinggi.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengakui, keputusan HET ini memang tidak akan memuaskan semua pihak. “Tapi sebagai komoditas utama pangan, harga beras perlu dikendalikan dan harus mengutamakan kepentingan rakyat. Tentu ini tidak mudah, akan ada pengorbanan dari pemain-pemain besar,” ujarnya kemarin (24/8).

Menurut Enggar, harga yang ditetapkan juga dibedakan berdasar lokasi. Harga di atas untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Untuk wilayah lain seperti Sumatera (selain Lampung dan Sumatera Selatan), Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan, HET ditetapkan Rp9.950 per kg untuk beras medium dan Rp13.300 per kg untuk beras premium. Di wilayah Maluku dan Papua, HET dipatok Rp10.250 per kg untuk beras medium dan Rp13.600 per kg untuk beras premium.

Di samping menetapkan harga, pemerintah juga mengklasifika­sikan beras menjadi tiga kategori. Yaitu medium, premium, dan khusus. Perbedaan terletak pada derajat sosoh, kadar air, dan butir patah. Nanti setiap pedagang wajib melabeli kemasan beras dengan label medium atau premium berikut label harga.

Soal kategori beras khusus, Mendag menye­butkan akan diatur lebih detail melalui peraturan Kementrian Pertanian yang juga segera diterbitkan.
Beras khusus itu di antaranya meliputi jenis beras Thai Hom Mali, Japonica, Basmati, ketan, beras organik, serta beras bersertifikat IG.

Enggar menyebutkan, HET dibentuk supaya pemain besar tidak mematikan pemain kecil. Perbedaan HET di masing-masing wilayah ditentukan dengan menimbang biaya transportasi sesuai area. “Kami sudah melakukan pendekatan konsumen, petani, dan badan usaha. Intinya, bagaimana baik penggilingan sampai pedagang tradisional dan modern bisa adil. Petani juga tidak boleh rugi,” tambahnya.

Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya atau Pasar Induk Beras Cipinang Arief Prasetyo Adi menyebut, penetapan HET di konsumen tidak akan merugikan petani dan pedagang. HET tersebut memaksa ada adjustment atau penyesuain margin keuntungan di level middleman (pedagang perantara).

”Perubahan margin tersebut tidak bisa dihitung, mekanisme pasar akan bergerak sendiri menyesuaikan HET. Ya akan ada keuntungan yang berkurang. Misalnya nanti yang biasanya untung Rp100 per kg akan berkurang jadi Rp60 per kg,” ujar bos BUMD milik Pemprov DKI yang bergerak di bidang perdagangan beras itu.

Lantas, bagaimana jika pedagang tetap menjual di atas HET? Dalam paparan persentase, Kemendag menuliskan bahwa pelaku usaha yang menjual harga beras melebihi HET akan dikenai sanksi pencabutan izin usaha oleh pejabat penerbit. Namun, sebelumnya akan diberikan peringatan tertulis paling banyak dua kali oleh pejabat penerbit.

Mendag menyebutkan, selama HET itu diberlakukan satgas pangan akan mengawasi jalannya regulasi secara persuasif. ”Satgas hanya akan bertindak apabila terjadi usaha spekulatif yang merugikan masyarakat,” ujar Enggar.(agf/oki)