CIBINONG–Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor harus bekerja keras untuk memperjuangkan nasib 4.000 guru honorer yang belum mendapatkan tunjangan kesejahteraan pegawai (kespeg).
Kepala Disdik Kabupaten Bogor, TB Luthfie Syam menuturkan, sekitar Rp6 miliar dibutuhkan agar guru honorer tersebut mendapatkan kesejahteraan dari pemerintah daerah. “Dari sekitar 13 ribu guru honorer di Kabupaten Bogor, baru sembilan ribu yang menerima kespeg dari Pemkab Bogor,” ungkapnya kepada Radar Bogor, kemarin (20/8).
Keterbatasan anggaran, kata dia, menjadi sandungan bagi pemda agar seluruh guru honorer memperoleh kesejahteraan yang sama. Oleh karenanya, Disdik bertugas untuk meyakinkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD perihal itu. “Supaya di APBD Perubahan guru honorer bisa memperoleh kespeg,” ujarnya kepada Radar Bogor.
Menurut Luthfie, TAPD yang diketuai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor Adang Suptandar telah disetujui. Hanya saja, masih menunggu keputusan dari Banggar.
“Karena salah satu pertimbangannya, kami masih membutuhkan tenaga guru honorer. Berarti kesejahteraan mereka juga harus dipikirkan,” tuturnya.
Ia mengasumsikan, setiap guru mendapatkan kespeg Rp500 ribu per bulan dengan APBD Perubahan yang mulai efektif Oktober mendatang. Sehingga ada tiga bulan tersisa. “Berarti untuk tiga bulan itu butuh Rp1,5 juta per guru. Total kurang lebih butuh Rp6 miliar,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua TAPD Kabupaten Bogor, Adang Suptandar menegaskan, kespeg guru honorer tidak akan dicoret dari Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) 2017 yang saat ini tengah dibahas Banggar DPRD dengan TAPD. “Itu prioritas. Untuk rinciannya ada di Bappedalitbang. Tapi yang pasti, untuk urusan krusial seperti itu, pasti akan diprioritaskan,” terangnya.
Menurutnya, masih ada ketidakseimbangan antara target pendapatan dengan belanja daerahan dalam APBD Perubahan 2017. Kabar terakhir, masih terjadi defisit Rp1,08 triliun dalam pembahasan APBD Perubahan 2017, akibat melonjaknya pos belanja daerah yang mencapai Rp7,7 triliun.
“Masih dirasionalkan. Belanja langsung kan kebanyakan untuk pekerjaan yang dampaknya bisa dirasakan langsung masyarakat. Tapi, dengan waktu efektif tiga bulan di anggaran perubahan, apa bisa terserap? Kan lebih baik tuntaskan kegiatan yang diprogramkan pada awal tahun anggaran,” pungkasnya.(rp2/c)