25 radar bogor

Warga Ogah Bayar Retribusi

JONGGOL–Minimnya kesa­daran warga membayar retri­busi sampah menjadi faktor lemahnya penanganan sampah oleh UPT Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jong­gol. Tak hanya warga, beberapa pejabat militer hingga anggota dewan juga malas bayar retribusi sampah.

Kepala UPT Kebersihan Wila­yah Jonggol, Edi Winarno menerangkan, kurang sadarnya masya­rakat membayar iuran sampah menjadi alasan tak maksimalnya pengangkutan. Kekuatan arma­da dan petugas UPT Keber­sihan, hingga kini hanya mampu me­ngangkut 30 persen sampah di Kecamatan Cileungsi, Jonggol, Cariu, dan Tanjungsari.

“Per hari, kami meng­a­ngkut delapan ton sampah dalam satu truk. Kalau ditotal, sampah yang diangkut 17 truk hanya 136 ton per hari. Itu hanya 30 persen dari jumlah total sampah yang ada setiap harinya,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin (15/8).

Tak hanya masyarakat, kata dia, umumnya, para oknum tokoh masyarakat, dewan, dan oknum pejabat militer enggan membayar retribusi sampah. Meskipun, retribusi yang ditetap­kan relatif kecil untuk mereka.

“Banyak oknum tentara dan dewan yang enggan membayar iuran sampah. Padahal, hanya Rp20 ribu per bulan,” ucapnya. Adanya aturan atau hukum, sambung dia, sebenarnya untuk melindungi masyarakat.

Sehingga, meski terkesan sepele, retribusi harus menjadi perhatian seluruh pihak. Sebab, kesadaran membayar retribusi itu dapat membangun daerah. “Begitu juga soal sampah. Semua stakeholder harus turut berpartisipasi,” terangnya.

Dia menambahkan, kebutuhan armada sampah idealnya 54 truk. Dengan pertimbangan jum­lah personel, satu truk lima orang. Dengan begitu, pengang­kutan akan maksimal hingga level 100 persen. “Melihat kesa­da­ran membayar retribusi yang minim, ini sulit terealisasi,” ucapnya.

Menyikapi minimnya kesada­ran anggota membayar retribusi sampah, Penrem 061, Mayor Inf Loekman Hakim mengaku, belum dapat memastikan kebe­na­ran informasi itu. Menu­rutnya, para anggota TNI memiliki kewajiban patuh terhadap aturan.

Makanya, kebenaran informasi itu patut diperdalam. “Harus dipas­tikan oknumnya itu siapa. Jangan sampai ada yang diru­gikan karena fitnah atau infor­masi yang tidak berdasar pada data,” tukasnya.(azi/c)