CITEUREUP–Terbitnya Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, yang mengisyaratkan komite sekolah dapat menggalang dana, membuat pungutan semakin tak terkendali. Banyak warga miskin yang resah dengan banyaknya pungutan.
Seperti terjadi di SDN Citeureup 06. Informasi diterima Radar Bogor, ada berbagai indikasi pungli dilakukan komite sekolah. Di antaranya, pembayaran uang les per tahun Rp300 ribu untuk kelas enam, pembayaran uang les per hari Rp5 ribu, sewa buku paket setahun Rp50 ribu, dan uang jalan-jalan Rp500 ribu.
Selain kelas enam, semua siswa juga dibebankan pungutan Rp50 ribu untuk perawatan buku paket, kebersihan tolilet, serta perawatan bangku dan meja. Sutarmi, seorang wali murid, mengaku keberatan dengan kebijakan tersbut.
Bahkan, dia tidak dimintai saran saat komite memutuskan kebijakan tersebut. “Bukan saya saja yang keberatan, semua wali murid pun protes. Kepala sekolahnya saja jarang di kantor sehingga kami sulit bertemu langsung,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin (7/8).
Dia mengaku akan terus melakukan protes jika anaknya diwajibkan membayar uang cukup besar. Khususnya untuk kegiatan tidak penting dan biayanya telah dianggarkan pemerintah.
“Buku paket dari pemerintahan kenapa harus kami sewa. Yang pasti, jika kebijakan ini tidak diubah para wali murid akan demo,” tegasnya.
Kondisi itu dibenarkan salah seorang guru. Perempuan yang enggan disebut namanya ini membenarkan adanya pungutan uang di sekolahnya. “Siswa kami ada 420 orang. Semua diwajibkan bayar, tidak terkecuali anak yatim,” akunya.
Sebenarnya, dia juga merasa kasihan melihat orang tua siswa yang tidak mampu. “Namun, ini merupakan kebijakan kepala sekolah yang dilakukan komite,” terang guru honorer itu. Ia mengaku telah beberapa kali memberikan masukan agar anak yatim diberikan kebijakan khusus.
Sebab, umumnya para siswa yatim berada pada strata ekonomi bawah atau miskin. “Masukan dari guru tidak dianggap. Justru, kepala sekolah dan komite sudah kerja sama membuat tim yang solid,” ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala SDN Citeureup 06, Eli Kamaliati membenarkan adanya siswa yatim di sekolahnya. Menurutnya, lebih dari 20 anak yatim tak dimintai uang sepeser pun.
“Itu semua baru kebijakan. Belum ada yang bayar. Ke depannya kami sinergis saja,” ucapnya, kemarin. Dia menegaskan, pungutan uang merupakan kesepakatan komite untuk menunjang pendidikan. “Saya tidak ikut campur karena komite yang urus,” tuturnya.(azi/c)