25 radar bogor

BUMDes Jembatan Emas Menuju Sejahtera

Ada 417 desa di Kabu­paten Bogor. Ini tentu po­tensi yang luar biasa. Dengan luas 2.664 kilo­meter persegi dan jumlah penduduk 5,5 juta lebih, serta sumber daya alam yang me­limpah, rasanya mus­tahil jika Kabupaten Bo­gor tidak bisa maju me­lebihi daerah lain.

Warga Bogor seharusnya hidup berke­cukupan. Tanpa harus mengais-ngais peker­jaan ke Jakarta atau ke Kota Bogor atau kota-kota lain di Jabodetabek.

Untuk menyelaraskan itu, perlu sebuah ide besar dan revolusioner. Sehingga bisa menekan pengangguran. Menekan tingkat kemiskinan. Dan menekan kesenjangan perekonomian yang saat ini terasa semakin lebar.

Saya sendiri sependapat dengan para pakar ekonomi. Bahwa salah satu cara untuk menggeliatkan perekonomian berbasis pedesaan, yakni dengan memeratakan pembentukan badan usaha milik desa atau biasa disebut BUMDes.

Dalam peraturan yang ada secara jelas dikatakan BUMDes dapat didirikan dalam bentuk usaha bersama (UB). Jadi badan hukumnya adalah usaha bersama. Undang-undang melarang mendirikan BUMDes dengan badan hukum koperasi, perseroan terbatas (PT), badan usaha milik daerah (BUMD), commmanditaire vennootschaap (CV), usaha dagang (UD) dan sejenisnya.

Dalam BUMDes, manajer dan karyawannya dipilih dari masyarakat desa. Sementara kepala desa bertindak sebagai komisaris atau pengawasnya. Dari mana modalnya? Menurut ketentuan yang ada, bisa dari pemerintahan desa, kekayaan desa yang dipisahkan, tabungan masyarakat, bantuan pemerintah pusat, bantuan pemerintah provinsi dan bantuan pemerintah daerah. Atau bisa juga pinjaman dari lembaga keuangan atau kerja sama usaha dengan pihak lain.

Banyak bisnis di pedesaan yang bisa digarap BUMDes ini. Di antaranya: usaha jasa. Bisnis penyaluran sembilan bahan pokok (sembako). Usaha perdagangan. Usaha industri kecil. Bisnis rumahan. Dan lain sebagainya.

Kendati demikian, pembentukan BUMDes di suatu desa bisa juga jadi “bumerang”. Salah satunya jika BUMDes dikelola bukan kepada ahlinya. Sang manajer harus betul-betul memiliki mental wirausaha. Harus memiliki leadership. Dan terpenting dari itu semua harus punya reputasi baik dan integritas.

Sampai Januari 2016, dari 417 desa di Kabupaten Bogor sebanyak 123 desa memang sudah memiliki BUMDes. Tingkat kesuksesannya pun bervariasi. BUMDes di Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, misalnya. BUMDes di Cilebut ini setidaknya sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam bentuk menangkal bank keliling alias rentenir.

Sementara BUMDes di Sukamanah, Kecamatan Megamendung, bahkan sudah mampu mengelola tiga unit layanan bisnis. Kabarnya omzetnya pun miliaran. Baik berupa dana tunai maupun berbentuk aset. Ketiga unit bisnis itu meliputi simpan pinjam. Penyaluran air ke rumah warga. Dan mengelola pasar desa dengan ratusan kios. Dua contoh ini membuktikan bahwa BUMDes jika dikelola dengan benar, maka bisa untung dan membuka lapangan pekerjaan.

Selain usaha jasa, potensi sumber daya alam di Kabupaten ini juga luar biasa. Ada desa yang memiliki tambang, di mana BUMDes nanti bisa membuka unit bisnis tambang atau unit bisnis yang menangani angku­tannya. Atau juga jadi pemasok untuk keperluan perusahaan dan lain sebagainya.

Ada pula desa yang warganya ahli dalam produk kerajinan tangan. Ini menjadi bisnis oleh-oleh yang pemasarannya bisa dibantu pemerintah daerah. Intinya, berbagai macam bisnis bisa dikembangkan BUMDes di desa masing-masing sesuai potensi alam, kondisi wilayah dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, dalam perspektif ini, Pemerintah Kabupaten Bogor perlu turun tangan dan memfasilitasi pembentukan semua BUMDes untuk kemajuan desa. Banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah. Selain memberikan bantuan dana, pemerintah daerah juga bisa bekerja sama dengan kepala desa melakukan pembinaan manajerial kepada calon manajer BUMdes.

Merumuskan proposal bisnis yang baik. Memberikan informasi pasar. Membuka akses ke mitra bisnis. Membuka akses sumber pendanaan ke pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Dan juga membantu akses sumber keuangan ke swasta.

Bagi Pemkab Bogor, bantuan dana dan fasilitasi ini harus menjadi perhatian. Pertama, karena jumlah orang miskin di Kabupaten Bogor masih banyak, yakni 9,6 persen dari sekitar 5,5 juta penduduk. Kedua, cepat atau lambat Kabupaten Bogor yang wilayahnya sangat luas akan diserbu aneka macam proyek bisnis modern sebagai imbas penuh sesaknya Jakarta. (*)