JAKARTA–Komite eksekutif Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan menggelar pertemuan luar biasa tingkat menteri luar negeri untuk membahas krisis di kompleks Masjidil Aqsa di Istanbul, Turki, besok (1/8). Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi akan menghadiri pertemuan tersebut.
”Menlu akan bertolak ke Istanbul besok (hari ini). Beliau akan didampingi oleh Plt Dirjen Multilateral,” kata Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir kemarin (30/7).
Retno akan menyampaikan tiga poin utama dalam pertemuan tersebut. Pria yang akrab disapa Tata itu mengatakan, poin utama yang akan disampakan adalah Indonesia akan kembali menekankan posisi, pandangan, dan langkah yang sudah dilakukan untuk mendorong situasi di kompleks Masjidil Aqsa lebih baik.
”Yang kedua, Indonesia akan meminta kembali soliditas negara-negara anggota OKI untuk menekan Israel mengembalikan status quo Masjidil Aqsa serta terus mendorong kemerdekaan Palestina,” tuturnya.
Poin ketiga yang akan disampaikan Retno dalam pertemuan tersebut adalah konsep untuk mendorong masyarakat internasional PBB dalam pengawasan dan perlindungan atau international protection terhadap Masjidil Aqsa. Tiga poin utama itulah, kata Tata, yang akan jadi perhatian Indonesia.
Pada kesempatan itu juga, Retno akan kembali mengingatkan negara-negara anggota OKI tentang misi utama OKI. Yakni untuk memerdekakan Palestina yang sekarang sudah 50 tahun dikuasai Israel. Meskipun OKI masih belum berhasil memerdekakan Palestina, Retno yakin dengan persatuan, misi tersebut bisa terwujud.
”Kita enggak bisa tunggu 50 tahun lagi. Kita harus tingkatkan persatuan negara OKI untuk bisa mendorong masyarakat internasional. Itu yang jadi poin kita,” jelas Tata.
Sebelumnya, Indonesia juga sudah bersuara terkait tindak kekerasan dan pelanggaran HAM aparat keamanan Israel terhadap jamaah Palestina di Debat Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB di New York, Amerika Serikat, pekan lalu.
Delegasi Indonesia yang dipimpin Wakil Tetap RI untuk PBB di New York Dian Triansyah Djani, menyatakan Indonesia tidak dapat menerima adanya penggunaan kekerasan dan tidak dapat menoleransi kekerasan sistemik dan pelanggaran terhadap hak-hak dasar bangsa Palestina. (and)