25 radar bogor

SBY Kumpulkan ‘Amunisi’

Mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono bertemu Prabowo Subianto di Cikeas
Mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono bertemu Prabowo Subianto di Cikeas

JAKARTA–Partai Demokrat tidak hanya memperkuat kerja sama dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu berencana menggandeng Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Tujuannya, mengajak mereka bersama-sama menyongsong Pemilu 2019. Bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pun mulai disiapkan.

Pertemuan SBY dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto hanya awal kerja sama politik tanpa koalisi tersebut. Demokrat bakal semakin gencar melakukan komunikasi.

 

Yang paling dekat adalah pertemuan dengan PKS dan PAN. ”Komunikasi dengan PKS dan PAN akan kami lakukan secepatnya,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan kemarin (28/7).

Menurut Hinca, SBY menugasinya untuk menjalin komunikasi politik dengan partai lain. Dia pun segera menghubungi PKS dan PAN untuk mengatur jadwal pertemuan.

Kapan pertemuan SBY dengan petinggi dua partai tersebut diagendakan? Pria asal Asahan, Sumatera Utara, itu menjawab belum bisa menyebutkan tanggal pertemuan karena harus mengatur waktunya terlebih dahulu. ”Kita tunggu ya,” tutur dia.

Sama seperti dengan Gerindra, jelas Hinca, PKS dan PAN akan diajak bersiap menyongsong Pemilu 2019. Terkait dengan bakal capres dan cawapres yang akan diusung, dia menegaskan bahwa Demokrat sudah pasti memiliki calon. Baik capres maupun cawapres. Namun, Hinca belum bisa menyebutkan siapa tokoh yang akan diusung.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, bisa saja PKS dan PAN diundang ke kediaman SBY di Puri Cikeas, Bogor. Namun, dia juga masih menunggu perkembangannya nanti. ”Kami harap seperti itu,” ujar dia.

Mantan menteri koperasi dan UKM tersebut menjelaskan, kerja sama Demokrat dengan Gerindra, PKS, dan PAN bakal berlanjut di parlemen. Mereka bisa sama-sama mengawal jalannya pemerintahan.

Sikap empat partai itu sudah ditunjukkan pada saat rapat paripurna DPR 20 Juli lalu. Mereka kompak walk out dari ruang rapat karena tidak sepakat dengan presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden 20–25 persen. Mereka menilai ambang batas menabrak konstitusi. Empat partai tersebut tidak ikut bertanggung jawab.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyindir Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menganggap PT 20 persen adalah lelucon. Jokowi mengingatkan, bukan kali ini saja Indonesia menggunakan acuan threshold 20 persen. UU sebelumnya yang menjadi acuan Pemilu 2009 dan 2014 juga menggunakan threshold 20 persen. ”Kenapa dulu tidak ramai?” ujarnya.

Menurut Jokowi, penye­derhanaan penting bagi visi politik Indonesia dalam jangka panjang. Bila dipaksakan 0 persen, bakal ada potensi kekacauan politik. Dia mem­berikan gambaran, misalnya dalam kondisi threshold 0 persen, ada capres yang dicalonkan hanya oleh satu partai, kemudian menang. Tentu dukungan di parlemen akan sangat minim sehingga pemerintahannya menjadi berat. ”Kita dulu yang 38 persen saja kan waduuuh (berat, Red),” lanjut presiden asal PDIP tersebut.

Karena itu, tutur Jokowi, rakyat juga harus diberi pemahaman mengenai presidential threshold. Jangan PT 20 persen dipersepsikan sebagai sesuatu yang salah. Lagi pula, secara keseluruhan, UU Pemilu merupakan produk legislasi. Ada proses demokrasi di DPR sebelum akhirnya palu diketok.

Menurut presiden, bila setelah diputuskan masih ada pihak yang tidak setuju, silakan menempuh jalur sengketa. Yakni melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). ”Dulu ingat, dulu meminta dan mengikuti (threshold 20 persen, red), kok sekarang jadi berbeda,” sindirnya.(lum/bay/byu/c9/agm)