25 radar bogor

Ratusan Miliar untuk Kotak Suara Transparan

ilustrasi kotak suara transparan
ilustrasi kotak suara transparan

JAKARTA–Anggaran pemilu serentak 2019 nanti dipastikan membengkak. Sebab, desain regulasinya sendiri sudah tidak efisien. Selain pembiayaan alat peraga kampanye dan pelatihan saksi partai yang dibiayai negara, kotak suara pun dipastikan harus melakukan pe­ngadaan baru.

Ketentuan tersebut, sebagaimana penjelasan pasal 341 ayat 1 huruf A UU Pemilu. Di situ disebutkan, bahwa kotak suara harus bersifat transparan, sehingga bisa terlihat dari luar. Hal itu, tentunya berbeda dengan yang digunakan selama ini. Sebelumnya, kotak suara berbahan aluminium, ataupun karton kedap air.

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pihaknya cukup terkejut dengan adanya perubahan tersebut. Sebab, selama pembahasan UU Pemilu lalu, jajarannya tidak pernah diajak bicara menyangkut hal tersebut. “KPU kalau diundang terkait pemungutan suara, cara menghitung, cara merekap, dapil. Itu pokoknya,” ujarnya di kantor KPU RI, Jakarta, kemarin (28/7).

Arief menjelaskan, sebetulnya, kotak suara yang ada saat ini masih bisa digunakan. Meski ada sebagian yang rusak, tidak sedikit juga yang masih berfungsi baik. Jumlahnya sekitar 1,8 juta kotak suara. “Tapi karena bunyi undang-undangnya seperti itu, ya kita siapkan (yang baru),” imbuhnya.

Oleh karena itu, pengadaan kotak suara dengan desain baru dipastikan tidak bisa dihindari. Pria asal Surabaya itu mengaku belum menghitung berapa jumlah anggaran dan bagaimana desain yang dikeluarkan untuk kebutuhan tersebut. Namun, dia memastikan, akan berupaya mendesain seefisien mungkin.

“Efisien itu artinya bisa digunakan untuk selanjutnya. Distribusi tidak sulit, tidak berat,” kata mantan Ketua KPU Jawa Timur tersebut.

Informasi yang dihimpun, jumlah kotak suara yang akan diproduksi untuk 2019 nanti bisa mencapai tiga jutaan buah. Hal itu merujuk jumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang diprediksi mencapai 600 ribuan TPS. Di mana masing-masing TPS memasang lima kotak suara. Yakni, kotak suara DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/kota, DPD, dan Pilpres.

Nah, jika setiap satuan kotak suara dihargai Rp100 ribu, maka dibutuhkan sekitar Rp300 miliar untuk mengadakan tiga jutaan kotak suara. Sementara nasib dari 1,8 juta kotak suara yang ada saat ini, dipastikan menjadi barang rongsok.

Apakah kotak suara baru bisa meminimalisasi kecurangan? Arief menilai, sebetulnya tidak terlalu berdampak jauh. Sebab, selama ini, semua orang bisa melihat kotak suara tersebut selama di TPS. Dalam proses distibusi dan rekapitulasi pun sudah ada petugas pengawas dan aparat keamanan.

Saat dikonfirmasi, mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengatakan, kotak suara baru dibutuhkan sebagai peningkatan kualitas pemilu. Selain banyak yang rusak, dia menilai desain transparan lebih memudahkan dalam proses pengawasan.

“Negara seperti Nepal saja sudah transparan (kotak suaranya),” ujarnya.

Disinggung soal aspek efisiensinya, Lukman menilai itu bukan menjadi urusannya. Sebagai pembentuk UU, pihaknya hanya menghendaki desain yang bisa menciptakan pemilu yang baik. “Kita gak menghitung ke sana. Kita gak tahu, KPU yang tahu. Mau kaca, plastik, terserah saja,” imbuhnya.

Pria yang juga wakil ketua Komisi II itu mengakui, selama pembahasan tidak pernah mengajak penyelenggara untuk terlibat membicarakan hal itu. Menurutnya, itu tidak masalah. Sebab, pembentukan undang-undang merupakan kewajiban antara DPR dan pemerintah. Sementara KPU merupakan pelaksana UU.

Dalam kesempatan tersebut, politisi PKB itu juga menegaskan tidak ada unsur “menyelun­dupkan” pasal dalam norma tersebut. Sebab, norma tersebut sudah disepakati antara semua fraksi dan pemerintah.(far)