25 radar bogor

Kapolri: Tembak Mati Polisi Bandar

Kapolri Jendral Tito Karnavian (Jawapos)
Kapolri Jendral Tito Karnavian (Jawapos)

JAKARTA–Keterlibatan Kepala Pos Polisi (Kapospol) Pantai Cermin Aiptu Suherianto dalam jaringan narkotika membuat Kapolri Jenderal Tito Karnavian meradang. Bahkan, mantan Kadensus 88 Antiteror tersebut telah menginstruksikan pada semua jajarannya untuk tembak mati polisi yang kongkalikong dengan bandar narkotika. Namun, instruksi Kapolri tersebut dinilai bakal berdampak sistematis berupa peningkatan pelanggaran HAM pada penanganan kasus narkotika.

Tito menegaskan, anggota Polri yang ikut dalam memuluskan peredaran narkotika bersama bandar merupakan pengkhianat. Dan, seorang pengkhianat itu harus dipecat, bahkan sudah diinstruksikan untuk tembak mati bagi polisi yang menjadi bagian dari bandar. ”Saya sudah sampaikan, kalau perlu tembak mati pengkhianat semacam itu. Seperti melakukan perlawanan,” tegasnya ditemui di ruang Rupatama Gedung Utama kompleks Mabes Polri kemarin.

Kasus polisi bandar yang ditembak mati pernah terjadi beberapa waktu lalu. Seorang anggota polisi yang membekingi ditembak mati saat proses penangkapan bandar asal Aceh. ”Bandar asal Acehnya ditembak lalu meninggal. Polisinya pun ditembak, meninggal juga. Untuk polisi yang menembak polisi bandar pasti saya beri penghargaan,” terangnya.

Dia memastikan bahwa akan segera memproses hukum Aiptu Suherianto yang menerima uang Rp120 juta dari bandar untuk sekali pengawalan pengiriman narkotika. ”Kita proses hukum. Kalau nanti ada yang lain, dia sudah menjadi pengkhianat bagi kita,” tuturnya.

Namun begitu, tentu perlu pengecekan untuk setiap pelanggaran yang dilakukan anggota Polri terkait narkotika. Misalnya, untuk anggota yang memakai narkotika tentu ada proses kode etik. ”Kalau ditemukan barang bukti, tentu harus proses hukum. Kita harus lihat level pelanggarannya,” terangnya.

Instruksi dari pemimpin tertinggi Polri tersebut tentu membuat anggota Polri bergidik. Namun, instruksi itu justru dipandang bukan pemecah masalah dalam pemberantasan narkotika di internal Polri. ”Tembak mati itu bukan solusi,” ujar Kepala Divisi Hukum dan HAM Kontras Arif Nur Fikri.

Justru, instruksi tersebut dikhawatirkan bisa disalahartikan oleh personel Polri di lapangan. Bukannya penurunan peredaran narkotika yang didapat, malah bisa jadi peningkatan pelanggaran HAM yang terjadi. ”Instruksi Kapolri ini potensial memperbesar jumlah kasus pelanggaran HAM di tubuh Korps Bhayangkara,” ujarnya.

Bahkan, instruksi dari Kapolri ini juga justru menunjukkan adanya proses pengawasan dan penghukuman internal kepolisian yang tidak efektif. ”Contoh nyatanya, Kapolri menyebut polisi pemakai itu hanya diproses kode etik. Padahal, banyak masyarakat sipil yang hanya pemakai dipidanakan. ”Mekanisme kode etik ini kerap disalahgunakan, sehingga tidak efektif,” terangnya.

Sebaiknya ketegasan Kapolri tersebut dimulai dari proses pengawasan, penghukuman dan kode etik terlebih dahulu. Artinya, Kapolri harus mendahulukan sistem yang berdasar pada aturan. ”Masalahnya, pernahkan dievaluasi sistem pengawasan dan penghukuman internal yang sesuai dengan prosedur,” tuturnya.

Selain itu, juga perlu memaksimalkan jumlah hukuman pidananya. Banyak sekali pasal pemberat dalam KUHP yang mengatur tindak pidana yang dilakukan aparatur negara. ”Yang jadi pertanyaan, apakah mekanisme ini sudah dilaksanakan atau belum,” keluhnya.

Tembak mati, lanjutnya, artinya menggunakan senjata api. Tanpa adanya instruksi tembak mati polisi bandar, sudah bertebaran di mana-mana adanya kasus penyalahgunaan senjata api. ”Bisa bertambah pelanggaran penggunaan senjata api itu,” urainya.

Namun, yang juga penting adalah Indonesia merupakan negara hukum. Terlepas polisi bandar ini tertangkap tangan atau tidak, proses pembuktian yang menyatakan seseorang bersalah atau tidak ada di pengadilan. ”Semua harus sampai ke persidangan,” ungkapnya.

Dia menuturkan, jangan sampai instruksi tembak mati tersebut hanya merupakan polesan untuk pencitraan, yang justru mengorbankan anggota-anggota di bawahnya. ”Untuk kepentingan pencitraan semata, anak buah jangan dikorbankan,” terangnya.

Citra kepolisian itu tidak yang utama. Yang paling utama adalah kinerja polisi yang perlu terus diperbaiki dan dievaluasi. ”Kalau sudah baik kinerjanya, citranya tentu membaik,” ungkapnya.(idr)