25 radar bogor

Caleg di Kabupaten Bogor Mahal

CIBINONG-Undang-undang Pemilu yang telah disahkan DPR RI, berdampak besar terhadap pelaksanaan pesta demokrasi. Terutama dalam Pemilihan Legislatif 2019. Selain alokasi kursi per daerah pemilihan (dapil), juga metode perhitungan suara dengan menerapkan sainte lague.

Saat ini, untuk menjadi seorang anggota legislatif, terutama di Kabupaten Bogor, tidak akan mudah. Selain biaya yang semakin bertambah, kompetisi untuk mendapatkan jumlah suara pun akan semakin berat.

Hal tersebut diakui Ketua KPU Kabupaten Bogor, Haryanto Surbakti. “Berat menjadi anggota legislatif di Kabupaten Bogor, harganya mahal,” ucap Haryanto kepada Radar Bogor, kemarin (26/7).

Dengan jumlah pemilih dan TPS yang banyak di Kabupaten Bogor, kata dia, maka perjuangan untuk bertarung dalam konstelasi politik di legislatif semakin sulit. “Untuk Kabupaten Bogor, terakhir metode yang digunakan jumlah suara sah dibagi jumlah kursi. Tetapi, itu perhitungan 2014,” ujarnya.

Dirinya mencontohkan, untuk suara di dapil 5 pada 2014, jumlah suara sahnya sebanyak 405.000 suara. Nah, dengan metode yang lama maka langsung dibagi dengan jumlah kursi. Apabila di dapil 5 memiliki alokasi delapan kursi, artinya satu kursi itu membutuhkan suara sah sekitar 50.000 pemilih.

Filosofi dalam memperoleh kursi, sambung dia, jumlah penduduk satu dapil akan menentukan jumlah kursi yang dialokasikan dalam daerah pemilihan. Menurutnya, untuk mendapatkan kursi partai itu ditentukan dengan jumlah suara sah dibagi jumlah kursi.

“Jika dulu metode bilangan pembagi pemilih suara sah dibagi jumlah kursi, untuk pemilu yang akan datang sainte lague.

Metodenya, suara sah dari seluruh partai dibagi dengan bilangan tetap ganjil 1, 3, 5, 7, 9 dan seterusnya,” ujar dia.

Perbedaan dasarnya adalah bilangan pembagi pemilih (BPP) untuk Pemilu 2014. Teranyar, menggunakan bilangan pembagi tetap ganjil. “Tentunya ini akan semakin berat, dengan angka yang sama tetapi menggunakan metode yang berbeda perolehan kursi pada 2014 akan berubah di 2019,” terangnya.
Haryanto menjelaskan, semisal partai A menggu­nakan sainte lague, maka akan mendapat lima kursi. Tapi dengan metode lama atau BPP hanya tiga kursi, dengan perolehan suara yang sama.

Artinya, sambung dia, dengan demikian metode baru tersebut terlihat lebih menguntungkan tetapi untuk partai yang mendapatkan suara yang mayoritas. “Mengapa bisa beda? Karena tidak hitung BPP, tetapi pembaginya BPP ganjil. Keuntungannya partai yang mencolok bisa menang, nanti ada partai-partai yang tumbang,” ujarnya.(ded/c)

 

S