25 radar bogor

Warga Miskin ’Dilarang’ Merokok

BOGOR–Bagi para perokok dengan status perekonomian menengah ke bawah dan mendapat bantuan pemerintah, bersiap-siaplah jika kebiasaan merokok Anda akan dibatasi. Itu seiring dengan adanya revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dalam salah satu pembahasannya, ada klausul pelarangan merokok bagi masyarakat penerima hibah bantuan pemerintah.

Kabid Kesehatan Masyarakat pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Erna Nuraena mengatakan, pihaknya berencana menambahkan beberapa klausul dalam Perda KTR yang akan direvisi. “Sebetulnya di revisi perda itu mau memasukkan rokok elektrik, yang kedua menambah satu tatanan lagi KTR, yaitu tempat umum seperti tamantaman yang akan diatur perwali. Ketiga, memasukkan persyaratan area merokok,” jelasnya kepada wartawan, kemarin (20/7). Namun, setelah mendapat tanggapan dari DPRD Kota Bogor, rupanya, ada beberapa poin tambahan yang diusulkan dewan.

Yaitu, mengenai pelarangan merokok di rumah tangga yang memiliki anak di bawah usia 15 tahun, serta pelarangan merokok bagi masyarakat yang menerima hibah bantuan pemerintah. “Sesudah itu, ada tanggapan dari DPRD terhadap raperda untuk memperluas KTR di rumah tangga. Rumah tangga seperti apa? Yakni, jika ada anak di bawah 17 tahun dan rumah tangga penerima hibah bantuan pemerintah,” terangnya. Erna mengapresiasi usulan tersebut.

Menurutnya, poin aturan tersebut perlu diterapkan untuk pembelajaran bagi masyarakat, agar tidak menyianyiakan pendapatan hanya untuk membeli rokok. “Intinya mendidik masyarakat, kenapa kok dapat bantuan tapi dipakai konsumsi rokok. Dinas sendiri sedang mengkaji mekanismenya seperti apa,” kata Erna. Revisi Perda KTR tersebut, menurutnya, baru bakal diajukan pada masa sidang ketiga, yaitu sekitar September atau Oktober mendatang.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Kota Bogor, Adityawarman membenarkan adanya usulan tersebut. Tapi, menurutnya, ada yang lebih penting dari penambahan poin revisi Perda KTR. Yaitu, penegakkan perda dan pemberian sanksi di lapangan. “Lebih mengedepankan penegakannya, sanksinya. Biasanya kan orang lebih takut kepada sanksi daripada imbauan-imbauan biasa,” ujarnya.

Untuk itu, menurutnya, selain mengevaluasi perda, juga harus dievaluasi penegakannya. Perlu diprioritaskan. “Memang sejauh ini bukan evaluasi perdanya, evaluasi penegakannya dulu,” tandasnya.(rp1/c)