25 radar bogor

Pemerintah Mulai Garap Redenominasi

JAKARTA-Rencana Bank Indonesia (BI) melakukan redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah kembali menguat. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai rencana lama itu bisa diwujudkan bila melihat kondisi ekonomi terkini.

“Jadi sekarang ini momentum yang bagus (redenominasi rupiah),” ujar Darmin usai rapat dengan Badan Anggaran DPR, Jakarta, kemarin (20/7).

Mantan Gubernur BI itu mengacu kepada angka inflasi yang berada di angka 3–4 persen. Kondisi itu dinilai berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika inflasi sampai tembus di atas 4 persen. Menurutnya, kondisi inflasi merupakan hal yang paling penting untuk melalukan redenominasi. Sebab, inflasi yang terjaga menandakan terkendalinya harga-harga barang yang diukur dengan rupiah.

Dari segi manfaat, Darmin juga yakin redenominasi rupiah akan memberikan dampak positif. Termasuk efisiensi dalam hal pencatatan data transaksi keuangan.

Meski begitu, ia mengatakan, rencana redenominasi belum pernah dibawa ke sidang kabinet. Ia menuturkan, redenominasi rupiah adalah urusan BI dan Menteri Keuangan.

“Saya enggak tahu berapa tahun (untuk redenominasi) tetapi kalau dilakukan sekarang mestinya enggak perlu lama,” kata Darmin.

Sebelumnya, wacana penyederhanaan rupiah atau redenominasi kembali menyeruak. Bank Indonesia (BI) akan kembali mendorong Rancangan Undang-undang (RUU) Redenominasi masuk ke program legislasi nasional (prolegnas).

Meski begitu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, penyederhanaan mata uang bukan hal mudah. Butuh waktu minimal tujuh tahun hanya untuk transisi mengubah Rp1.000 menjadi Rp1.

Menurut Agus, kunci transisi penyederhanaan rupiah adalah sosialisasi yang masif ke masyarakat. Ia memastikan, BI akan mulai melakukan sosialiasi bila RUU Redenominasi mulai dibahas di DPR.

Bank Indonesia mendorong agar RUU Redenominasi Rupiah bisa masuk Prolegnas tahun ini. Saat ini dinilai merupakan momentum yang tepat karena kondisi ekonomi terkendali.

Untuk diketahui, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Sebagai contoh, uang Rp100.000 sebelum redenominasi akan berubah menjadi Rp100 tanpa mengubah nilai tukarnya.

Di sisi lain, Ketua Komisi XI DPR, Melchias Markus Mekeng meminta kepada BI dan pemerintah untuk gencar melakukan sosialisasi redenominasi rupiah ke seluruh lapisan masyarakat, terutama menjangkau masyarakat kelas bawah.

“Sebelum implementasi, sosialisasi yang agresif dulu ke masyarakat, adakan seminar, diskusi publik, supaya mereka tahu, oh redenominasi begini. Karena pemahaman masyarakat bawah dan yang pintar-pintar beda,” katanya di gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/7).

Menurut Mekeng, banyak masyarakat bawah yang masih mengira redenominasi seperti sanering yang pernah dijalankan pemerintah pada 1959. Sanering merupakan pemotongan nilai uang rupiah, sedangkan redenominasi hanya menghapus nominal atau angka nol pada rupiah. Dengan demikian, sanering jelas berbeda dengan redenominasi.

“Yang pintar-pintar ngomongnya soal makro, tapi masyarakat bawah ini mereka melihatnya duit saya dipotong nih. Kalau dipotong mending beli dolar. Kalau pada beli dolar, 1 orang beli 100 dolar saja, dolar bisa naik tuh, ekonomi kita bisa ambruk,” jelasnya.

Mekeng tidak setuju apabila redenominasi rupiah langsung dijalankan tanpa sosialisasi yang matang dari pemerintah dan BI. Ia menilai, pemerintah dan BI jangan hanya melihat ini waktu yang tepat untuk implementasi redenominasi rupiah, mengingat kondisi perekonomian stabil, inflasi terkendali, dan lainnya.

“Jangan langsung ujuk-ujuk. Saya setuju dibahas RUU ini tapi harus sosialisasi dulu, jangan cuma mikir inflasi lagi rendah. Karena masyarakat sampai sekarang masih ingat duit mereka dipotong nilainya dari Rp100 ribu jadi 100 perak. Itu membekas sekali. Mereka kan tidak mikir ekonomi makronya,” imbuh Mekeng.(ric/net)