25 radar bogor

BNN Bekuk Oknum Polisi

EKSPOSE: Menkeu Sri Mulyani bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari (kanan) dan Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi (kiri) saat rilis kasus penyelundupan satu ton narkoba di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (20/7).

JAKARTA–Bandar terus berupaya memasukkan narkotika, bahkan dengan merekrut aparat. Kemarin (20/7) Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap penyelundupan 45,59 kg sabu dari Tiongkok yang melibatkan sepuluh orang tersangka.

Salah seorang yang terlibat adalah Kepala Pos Polisi Air Pantai Cermin Aiptu Suherianto dan dua orang lainnya berinisial bJ dan MS tewas setelah merasakan timah panas petugas.

Kepala BNN Komjen budi Waseso mengatakan, pengungkapan ini dimulai dengan kerja sama antara bNN, Ditjen bea Cukai dan Polri. Semua bekerja sama dalam menguntit perjalanan penyelundupan narkotika alias control delivery. ”Narkoba ini berasal dari Tiongkok yang transit di Malaysia,” paparnya.
Dari wilayah Malaysia menggunakan sebuah kapal, bandar ini masuk ke perairan di indonesia. Tidak hanya itu, bandar juga dalam perjalanannya berganti kapal kecil masuk ke pelabuhan tikus di sekitar Pantai Cermin, Sumatera Utara. ”Saat di pelabuhan tikus inilah, peran dari Kapospol ini dimulai,” tuturnya.

Kapospol ini mengawal perjalanan kapal tersebut hingga sandar ke pelabuhan tikus dan melakukan bongkar muat. Dengan dikawal Kapospol, tentunya membuat masyarakat menjadi tidak curiga. Pasalnya, masyarakat saat melihat ada Kapospol sudah mengenali. ”Ya, orang kalau lihat owh, ini pak polisi itu,” jelasnya.

Saat itu budi Waseso langsung saja mendekati Aiptu Suherianto. buwas ­panggilan akrab Budi Waseso­langsung bertanya, berapa kali mengawal sabu. Dengan muka yang tampak lemas dan tertunduk. ”Sudah lima kali Ndan,” ujar Suherianto.

Buwas langsung menyahut dengan pertanyaan lain, ”Dibayar berapa sekali mengawal narkoba ini?” Suherianto dengan lirih mengaku mendapatkan upah Rp125 juta per pengiriman.

Buwas lalu berceletuk. ”itu pengakuannya lima kali. Tapi bisa lebih banyak lagi sebenarnya,” jelasnya. Pada Suherianto, buwas menyebut bahwa mengawal narkotika itu perbuatan pengkhianat. ”Yang seharusnya menangkap penjahat, ini malah bergabung dengan penjahat untuk memasukkan narkotika,” terangnya.

Mantan Kabareskrim tersebut menjelaskan, seharusnya bila bertemu dengan pengkhianat bangsa dan negara semacam ini selesai di lapangan saja. ”Hukumannya harus lebih berat lagi. Nanti, dia akan saya kirim ke Polri, bisa disidang etik dan langsung dipidana,” tegasnya.

Memang bandar narkotika terus berupaya merekrut aparat, terutama penegak hukum. Sebelumnya, setidaknya ada belasan aparat dari sipir hingga polisi yang telah tertangkap kongkalikong dengan bandar. ”Sebelumnya ada sipir yang pakai narkotika bareng napi di Cipinang, lalu ada sipir di Tarakan membawa 5 kg sabu, Seorang sipir di Sidoarjo juga tertangkap membawa 20 gram sabu,” jelasnya.

Buwas juga pernah menangkap Kasat Narkoba Polres belawan AKP ichwan Lubis yang pernah memeras bandar Akiong dengan mencatut nama buwas. ”Tidak peduli aparat mana, semua yang terlibat narkotika ditindak,” terangnya.
Dalam pengungkapan tersebut tujuh bandar lainnya adalah SS, ES, HA, RS, AR, UT dan SB. Mereka berperan dari pengontrol barang, pengecek kualitas narkotika hingga pengemudi. ”bandar yang memesan narkotika juga tertangkap tapi tewas yang dua orang itu. mereka duluan berangkat ke akhirat,” candanya.

Sementara itu, Dirjen bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi menuturkan, penguntitan terhadap bandar kali ini dilakukan dengan tim gabungan. Penguntitan dari lautan hingga ke daratan. ”Tidak sendiri­sendiri, kami bersamaan menguntit hingga ke daratan. Kami putuskan menangkapnya di sebuah SPbU,” ujarnya.

Memang harus diakui dengan garis pantai sepanjang lebih dari 18 ribu km, parairan indonesia memang longgar. Namun, sinergi antarlembaga bisa saling menambal, sinergi itu misalnya bea Cukai memiliki 195 kapal. ”Lalu ada kapal TNi AL dan bakamla yang jumlahnya juga ratusan. Semuanya bekerjasama saling berjaga,” terangnya.

Dari perhitungan Ditjen bea Cukai, hanya di Sumatera itu ada 400 titik pelabuhan tikus. Kondisi tersebut tentunya membuat semua aparat perlu untuk bekerja keras. ”Namun, bila ternyata ada aparat baik dari sipir dan polisi terlibat, tentunya harus ada peringatan dan tindakan,” jelasnya.(idr)