25 radar bogor

Konsep Cycling Hotel Semakin Populer di Italia

NGOPI SAMBIL MENGAYUH: Bar di Kafe Funivia Hotel di Bormio. Tamu duduk di bangku sadel. Di bawahnya, ada pedal yang berfungsi normal.
NGOPI SAMBIL MENGAYUH: Bar di Kafe Funivia Hotel di Bormio. Tamu duduk di bangku sadel. Di bawahnya, ada pedal yang berfungsi normal.

KALAU berlibur ke Italia, khususnya ke kota-kota wisata di pegunungan, jangan kaget kalau menemui banyak hotel dengan tulisan ”Bikers Welcome”.

Maksudnya, hotel yang dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan pengendara roda dua yang hobi touring. Baik bermotor maupun tenaga dengkul. Dan dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak hotel dengan pelayanan yang lebih spesifik lagi. Yaitu khusus untuk cyclist. Dengan jelas tertera di depannya: cycling hotel. Ada yang bintang dua, bintang tiga, empat, bahkan bintang lima.

Ketika berada di Italia awal Juli ini, rombongan Jawa Pos Cycling menginap di beberapa hotel tersebut. Dan mereka memang bertebaran di dua kawasan yang sangat populer untuk bersepeda: Dolomites dan Alps.

Kebanyakan hotel itu menyediakan fasilitas lengkap. Ada garasi khusus untuk tamu memarkir sepedanya. Lengkap dengan sejumlah bike stand serta peralatan untuk merakit dan menyervis (sendiri) sepeda. Lalu, ada fasilitas sewa guide untuk menemani keliling. Tidak ketinggalan fasilitas cuci pakaian sepeda gratis.

Catatan khusus: gratis untuk pakaian sepeda. Baju sehari- hari tidak.

Dari sejumlah hotel itu, tentu ada yang benar-benar spesial. Beberapa teman dari Jakarta begitu berbinar-binar cerita tentang hotel tempat mereka menginap saat kami berada di Bormio, Provinsi Sondrio, Italia Utara.

Kota itu sangat penting bagi para cyclist. Sebab, dari kota itulah beberapa tanjakan paling legendaris Italia bisa diakses. Khususnya yang paling kondang, Passo dello Stelvio, yang menyambung dengan perbatasan Swiss.

Cycling hotel di Bormio itu berbintang tiga, bernama Funivia. Semua fasilitas untuk cyclist ada di situ, plus lebih. Paling cycling di antara yang lain. Padahal, tepat di belakangnya ada wahana ski populer, dipakai untuk kejuaraan dunia downhill ski dan lain sebagainya.

Usut punya usut, setelah bertemu dengan keluarga pemiliknya, jawabannya ketahuan: Daniele Schena, yang mengelola hotel tersebut, adalah seorang cyclist tulen. ”Saya ini cyclist. Saya tahu betul apa saja yang dibutuhkan para cyclist,” tegas pria 45 tahun itu.

Hotel tersebut sebenarnya berdiri sejak 1956. Keluarga istri Schena, Elisa, adalah pemiliknya. Daniele Schena sudah menjalankan operasionalnya sejak sepuluh tahun terakhir.

Perubahan konsep terjadi ketika dia mengunjungi Kota Riccione di Italia, melihat mulai bermunculannya bike hotel di sana. Dia pun memutuskan untuk membawa konsep yang sama ke Bormio.

”Ini bukan ide asli. Konsep pertamanya malah muncul di Spanyol. Tinggal bagaimana mengaplikasikannya,” ungkapnya.

Sebagai cyclist plus pembalap amatir berprestasi, Schena pun bertekad menjadikan Funivia sebagai hotel cyclist sejati.

Datang ke sana, di depannya sudah ada fasilitas unik. Sebuah mesin cuci sepeda otomatis. Tinggal taruh sepeda, masukkan koin sesuai servis yang diinginkan, lalu tekan tombol. Mesin langsung mencuci sepeda secara otomatis, ala car wash otomatis di Amerika. Bayar 2 euro untuk cuci standar, bayar 5 euro untuk cuci dengan pelayanan semprotan high pressure.

Setelah selesai, keluarkan sepeda, keringkan sendiri dengan angin kompresor yang tersedia di sampingnya. Beres! Nanti, ketika dibawa ke garasi, bisa dicek lagi serta dilubrikasi lagi rantai dan gir-girnya (semua cairan disediakan gratis).

Masuk ke hotel, idealnya juga tidak ke lobi. Melainkan turun lewat tangga ke arah basement. Kenapa? Di sana, ada kafe yang dijamin bikin penggemar balap sepeda ngiler.

Semua cyclist suka kopi. Jadi, barnya menyediakan hanya kopi, bir, dan makanan ringan. Lalu, ada beberapa layar televisi untuk menonton berbagai acara balap sepeda.

Ada toko yang menjual berbagai cycling merchandise yang bertulisan ”Stelvio”. Dan berbagai jersey asli para pembalap terpajang di hampir seluruh dinding kafe. Hampir semua adalah jersey yang benar- benar bekas dipakai pembalap. Ada jersey Team Sky milik Chris Froome, ada pula jersey Astana milik Michele Scarponi, pembalap kondang Italia yang barusan meninggal karena ditabrak mobil awal tahun ini.

Jersey Scarponi itu ada di bagian paling mencolok, di tengah-tengah kafe. ”Scarponi adalah teman dekat saya,” ucap Schena.(*)