25 radar bogor

JK: Hukum Mati Gembong Narkoba

JAKARTA–Kendati Polri baru saja memecahkan rekor dengan menggagalkan penyelundupan 1 ton sabu asal Tiongkok, ternyata tidak ada efek psikologis terhadap bandar. Kemarin (15/7) atau tepat dua hari usai pengungkapan kasus 1 ton sabu, Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil membuat bandar asal Tiongkok gigit jari saat menyelundupkan 50 kg sabu ke Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

Tak tanggung-tanggung, dari sembilan orang yang ditangkap, dua di antaranya tertembak mati karena berupaya melarikan diri dan melawan petugas. Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari menjelaskan, saat ini baru ada sembilan orang bandar dengan peran operator ditangkap. ”Yang dua meninggal dunia saat proses penangkapan. Dua ini melawan dan tewas karena petugas tidak ingin dia kabur,” ujarnya.

Kasus ini masih sangat hangat, semua masih dalam pengembangan. Saat ini masih dikejar pihak lain yang sesuai keterangan tujuh tersangka merupakan bandar besarnya. ”Masih dikembangkan dulu,” ujar jenderal berbintang dua tersebut.Menurutnya, 50 kg sabu itu dikirim dari Tiongkok menggunakan sebuah kapal dan transit di Malaysia. Kapal itu lalu menurunkan 50 kg sabu ke perahu-perahu nelayan yang disewa oleh bandar. ”Itu dulu ya,” ujarnya sembari menyebut masih berada di bandara Kualanamu, Medan.

Pengungkapan 50 kg sabu ini yang selang dua hari dari pemecahan rekor kasus 1 ton sabu menunjukkan gentingnya peredaran narkotika di Indonesia. Intensitas penyelundupan narkotika begitu tinggi dan bahkan pengungkapan sebesar apapun tidak akan memberikan dampak psikologis pada bandar.
Kepala Humas BNN Kombespol Sulistiandriatmoko menuturkan, kemungkinan bandar melakukan perhitungan taktis bahwa saat ada pengungkapan 1 ton sabu itu, justru membuat petugas landai. Sehingga, menjadi waktu yang tepat untuk mengirimkan barang haram ke Indonesia. ”Bandar berpikirnya kita akan landai setelah mengungkap 1 ton, ternyata tidak,” jelasnya.

Terlebih lagi, diketahui bahwa empat orang yang ditangkap dalam kasus 1 ton sabu itu hanya operator lapangan. Bandar besarnya masih bebas di Taiwan dan sebagian ada yang di Indonesia. ”Maka, mereka tetap terus berupaya memasukkan narkotika,” paparnya.

Selain itu kemungkinan bandar yang mengirim 50 kg sabu ini tidak terhubung dengan bandar yang mengirim 1 ton sabu. Karena itu para bandar ini cuek bebek dan hanya ingin memanfaatkan momentum. ”Yang utama, kondisi ini menunjukkan intensitas penyelundupan narkotika yang begitu deras,” tuturnya

Bila berdasar data United Nation Office Drugs and Crime (UNODC) pengungkapan narkotika di Indonesia itu hanya 20 persen dari peredaran narkotika. artinya, bila ada 1 ton sabu yang digagalkan peredarannya, maka sudah ada 4 ton sabu yang beredar di pasaran Indonesia. ”Begitulah parahnya peredaran narkotika,” jelasnya.

Apalagi, ada prediksi bahwa Indonesia akan menjadi sasaran bandar asal Filipina, dikarenakan bandar asal Filipina mengalihkan pasarnya. Hal itu sebagai dampak dari kebijakan Presiden Filipina Rodigo Duterte yang begitu keras. ”Kami sebagai negara tetangga akan terdampak,” ujarnya.

Dengan begitu, bisa jadi dalam waktu dekat akan mengalir dengan sangat deras penyelundupan narkotika asal Filipina. Kondisi ini memang harus diatasi secara bersama. ”Sinergi semua lembaga dan masyarakat urgent sekali,” ungkapnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai hukuman mati cukup pantas diberikan untuk para tersangka kasus penyelundupan sabu-sabu seberat satu ton. Dia membandingkan dengan kasus- kasus narkotika terdahulu yang pelakunya sampai divonis hukuman mati. Di Indonesia, ekseskusi mati itu dilakukan dengan cara tembak mati di hadapan satu regu eksekutor.

”Yang kecil mungkin sekilo saja bisa hukuman mati, apalagi satu ton,” ujar JK usai kunjungan kerja sehari di Padang, Sumatera Barat kemarin (15/7).

Eksekusi mati untuk bandar narkoba memang sudah dilakukan beberapa kali. Misalnya kasus Freddy Budiman, seorang bandar narkoba asal Surabaya yang ditangkap pada 2009 karena memiliki 500 gram sabu-sabu. Dia juga diketahui mengimpor 1,4 juta butir ekstasi.

Turut dieksekusi bersama Freddy pada akhir Juli 2016 lalu tiga orang warga negara asing, yakni dua warga Nigeria bernama  Michael Titus (34) dengan barang bukti 5.223 gram heroin dan Humprey Ejike (40) dengan barang bukti 300 gram heroin. Sedangkan seorang lagi warga Afrika Selatan bernama  Cajetan Uchena Onyeworo Seck Osmane (34) dengan barang bukti 2,4 kg heroin.

JK pun memuji pengungkapan sabu-sabu satu ton yang dilakukan oleh petugas Polda Metro Jaya. Dia menuturkan itu adalah prestasi yang perlu mendapatkan apresiasi karena itu merupakan penangkapan yang paling besar selama ini. Bahkan, serbuk sabu itu berasal dari luar negeri yang masuk dengan melalui kapal. ”Itu prestasi yang luar biasa. Memang nilainya juga sangat besar, triliunan,” jelas JK. Diketahuai sabu-sabu satu ton itu senilai Rp1,5 triliun.(idr/ jun/sam)