25 radar bogor

Lagi, Pembangunan Flyover Gagal

BIKIN MACET: Rencana pembangunan flyover di Jalan RE Martadinata kembali gagal. Padahal, kemacetan di jalan ini sudah krodit. NELvI/RADAR BOgOR
BIKIN MACET: Rencana pembangunan flyover di Jalan RE Martadinata kembali gagal. Padahal, kemacetan di jalan ini sudah krodit. NELvI/RADAR BOgOR

BOGOR–Rencana pemba- ngunan tiga jalan layang (flyover) untuk memecah macet di tengah Kota Hujan dipastikan gagal tahun ini. Perencanaan yang tidak matang dari Pemkot Bogor, membuat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak mengucurkan dana pembangunan sampai dilakukannya perubahan desain flyover.
“Jadi, dari kementerian ada keinginan untuk mengubah sedikit, merevisi penambahan pembebasan lahan. Ini saya minta dipetakan kesanggupan kita bagaimana luasnya berapa,” ujar Wali Kota Bogor Bima Arya, kemarin (7/7).
Menurut dia, pembangunan flyover yang diajukannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu bakal dikerjakan secara bertahap. Meski begitu, dirinya belum tahu pasti berapa jangka waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan ketiga proyek tersebut. “Saya ajukan ke presiden itu tiga. Yakni, Flyover RE Martadinata, Kebon Pedes, dan MA Salmun. Berikutnya, setelah Martadinata, menurut informasi, kemungkinan besar Kebon Pedes, baru terakhir MA Salmun,” jelas Bima.

Terpisah, anggota Komisi C DPRD Kota Bogor, Teguh Rihananto mengatakan, perencanaan pembangunan Flyover RE Martadinata, tidak dilakukan pemkot dengan matang. “Ada permasalahan dari sisi perencanaan. Saya juga karena baru masuk komisi C, baru tahu bahwa ternyata  memang proses penganggaran setelah proses perencanaannya sangat matang. Contoh, Kementerian PU yang melaksanakan, di sana ada standarnya, ada ketentuan yang harus diikuti, karena terkait keselamatan,” paparnya.

Menurut Teguh, seharusnya pembebasan lahan dilakukan setelah perencanaan secara keseluruhan terkonsep dengan matang. Sehingga tidak memakan waktu, dan terjadi revisi di pertengahan jalan. “Seharusnya sebelum penganggaran itu dulu diselesaikan. Setelah fix, baru dilakukan pembebasan. Baru kemudian dibangun,” kata Teguh.

Ia mengatakan, revisi detail engineering design (DED) yang diminta Kementerian PUPR berkaitan dengan keselamatan pengendara nantinya. Pasalnya, desain jalan layang dianggap terlalu menukik sehingga berbahaya bagi pengendara. “Kemarin, permasalahan beloknya yang terlalu tajam, masalah keselamatan. Sekarang kan masih berubah, ternyata di dalam DED yang baru dibutuhkan tambahan lahan,” tandasnya.(rp1/c)