25 radar bogor

Balita Bogor Adu Sehat

BOGOR–Suara canda tawa anak-anak balita perwakilan enam kecamatan seKota Bogor, memenuhi gedung Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan (Bakorwil) Wilayah I, kemarin (7/7).
Mereka adalah peserta lomba balita sehat yang lolos tingkat Kota Bogor. Ke-18 balita tersebut, tak malu saling unjuk kebolehan di atas panggung Lomba Balita Sejahtera Indonesia (LBSI) se-Kota Bogor. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Rubaeah mengatakan, LBSI sudah rutin diselenggarakan setiap tahun. Namun, yang menjadi spesial kali ini, sedianya merupakan rangkaian perayaan Hari Jadi ke–535 Bogor (HJB). “Lomba ini sekaligus untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan balita yang ada di Kota Bogor, usia 6–59 bulan. Baik itu balita dengan gizi sehat maupun gizi buruk yang
menjadi sehat,” jelas dia. LBSI, kata dia, dilakukan secara berjenjang, mulai tingkat posyandu, kelurahan, kecamatan hingga tingkat Kota Bogor. Jadi, menurutnya, ke– 18 balita tersebut adalah yang sudah diseleksi melalui tahapan yang panjang. “Kami juga menilai pertumbuhan dan perkembangan anak. Semisalnya tinggi badan, berat badan, gizi, hasil imunisasi, dan tak ketinggalan pengetahuan orang tua,” ungkap Rubaeah lagi. Dia menyebutkan, masingmasing kecamatan diwakili satu balita dari tiga kategori yang diperlombakan. Adapun kriterianya, yakni usia 6–24 bulan, 24–59 bulan, dan bayi yang awalnya gizi buruk menjadi gizi sehat. “Dengan lomba ini kami ingin
meningkatkan motivasi orang tua yang memiliki balita agar mengetahui perkembangannya dengan rajin datang ke posyandu. Sebab, di sana itu segala macam pengetahuan soal gizi anak, perkembangan, berikut penyuluhannya lengkap,” klaimnya. Dengan rajin ke posyandu, sambung Rubaeah, maka bisa diketahui jika ada kelainan secara fisik maupun kesehatannya. “Semua peserta LBSI dapat hadiah tanpa terkecuali, untuk memotivasi orang tua, intinya,” tuturnya. Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, LBSI menjadi penting untuk mengetahui faktor gizi, terutama menekan angka gizi buruk. Sebab, di dalamnya pun ada
kategori gizi buruk menjadi gizi baik yang diperlombakan. “Jadi, sekarang ini di sekolahsekolah, pelosok, orang tua belum tentu memiliki kesadaran untuk mengawasi makanan untuk anak-anaknya, kan ada jajanan dan segala macamnya,” kata Bima. Dia sangat mengapresiasi para peserta yang ikut dalam kategori gizi buruk ke baik. Sebab, itu menandakan anak-anak yang tadinya bergizi buruk bisa menjadi baik. Bahkan lebih sehat. “Pesannya bukan hanya membesarkan anak secara fisik, tapi juga harus dekat dengan anak-anaknya. Kalau secara fisik sehat tapi jiwanya sakit, kan tidak ada artinya. Jadi, sehat jasmani dan rohani,” tandasnya. (wil/c)