25 radar bogor

DPR Pakai Jurus ’’Koboi’’

Republika
Republika

Dukungan Mengalir ke KPK Dukungan untuk penuntasan kasus e-KTP semakin gencar disuarakan. Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Faris menilai KPK harus bertindak lebih cepat untuk mengusut kasus e-KTP yang belakang memantik pembentukan panitia hak angket oleh DPR. ”Fakta-fakta persidangan bisa digunakan untuk cepat menjerat pelaku-pelaku lainnya,” ujar dia kemarin (6/7).
Donal menuturkan bila langkah itu tidak segera diambil itu malah akan membuat KPK kehabisan banyak energi untuk menghadapi manuver politisi DPR. ”Kalau tidak segera, aksiaksi koboi akan terus terjadi. Akan lelah KPK,” imbuh dia. Langkah koboi itu seperti yang dilakukan anggota DPR kemarin. Mereka mendatangi napi atau koruptor di Lapas Sukamiskin dan Pondok Bambu kemarin (6/7). Donal menilai langkah mewawancarai koruptor patut diduga sebagai skenario DPR menciptakan kampanye negatif kepada KPK.
”Jika narasumbernya adalah koruptor pasti penilaiannya jelek kepada KPK. Mewawancarai koruptor untuk menilai KPK adalah sebuah pemufakatan jahat untuk mendeskreditkan KPK,” kata dia. Para koruptor itu sudah divonis sesuai dengan prosedur hukum melalui pengadilan. Secara langsung vonis tersebut juga membuktikan tindakan yang diambil KPK telah tepat. Maka, menurut Donal, sudah dapat ditebak kunjungan pansus ke lapas mewawancarai koruptor itu akan hanya bermuatan politis dan mendeskreditkan KPK. ”Ini jelas adalah kolaborasi
koruptor dan pansus hak angket untuk melemahkan bahkan membubarkan KPK,” tambah Donal.

Kasus megakorupsi e-KTP senilai Rp2,3 triliun menyeret nama-nama politisi yang sekarang duduk di kursi penting. Seperti Ketua DPR Setya Novanto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. Mereka sudah diperiksa dalam dua hari terakhir, kecuali Novanto yang belum diperiksa oleh penyidik KPK. Tapi, KPK sudah mengeluarkan surat cekal keluar negeri untuk Novanto.
Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Unair M. Syaiful Aris menanggapi kemungkinan Ketua DPR Novanto sebagai tersangka oleh KPK. Sesuai dengan Undang-Undang 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, pimpinan DPR bisa diberhentikan sementara saat ditetapkan menjadi terdakwa dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih.

Sedangkan diberhentikan setelah ada putusan pengadilan tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman lima tahun atau lebih. Status pimpinan tidak terpengaruh saat masih berstatus tersangka. ”Tapi untuk menjaga marwah,
Sepakat Bersama Menata Bogor
di Pajajaran Suite Hotel Bogor Nirwana Residence, Bogor Selatan, Kota Bogor. Dalam kesepakatan itu, ruang lingkup bidang yang dikerja samakan meliputi penataan ruang, pekerjaan umum, lingkungan hidup, pariwisata, perencanaan dan penataan jaringan transportasi dan lalu lintas jalan,
kesehatan, pendidikan, pertanian, perdagangan, dan perindustrian dan sosial kemasyarakatan. “Juga bidang ketertiban umum seperti penegakan peraturan daerah (penertiban bangunan liar dan penertiban PKL), penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, bidang pelayanan air minum, bidang pengelolaan
barang milik daerah, penanaman modal dan bidang pelatihan,” tuturnya. Kesepakatan bersama tersebut akan diatur lebih lanjut dalam kerja sama atau perjanjian lain yang lebih teknis dan operasional di antara kedua belah pihak yang mengacu kepada kesepakatan bersama. Pembiayaan pelaksanaan program kerja sama ini
dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masing-masing dan/ atau dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Nota kesepakatan bersama ini berlaku untuk jangka waktu dua tahun terhitung sejak kesepakatan bersama ini dan seterusnya.(*/ric)
bertemu dengan Andi. Para saksi itu berasal dari unsur mantan pimpinan Komisi II dan pimpinan fraksi di DPR yang pernah menjabat saat pembahasan proyek e-KTP berlangsung. ”Besok (hari ini, red) kami masih akan melakukan pemeriksaan dari unsur politisi,” ungkap Febri. Sebelumnya, KPK sudah memeriksa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey hingga mantan Ketua DPR Marzuki Alie. Para politisi tersebut dimintai klarifikasi terkait indikasi pertemuan dengan Andi Narogong dan dugaan aliran dana ijon proyek yang diterima kalangan DPR. KPK sejatinya kemarin juga memanggil para politisi yang masih aktif di DPR. Antara lain, Djamal Azis, Agun Gunandjar Sudarsa dan Tamsil Linrung. Hanya, ketiganya tidak hadir dengan alasan agenda pemeriksaan KPK bertabrakan
dengan kegiatan lain di DPR. ”Kami akan lakukan penjadwalan ulang ulang untuk pemeriksaan lebih lanjut,” imbuhnya. Terkait dengan politisi yang dipanggil lebih dari satu kali dalam perkara e-KTP, Febri menjelaskan bahwa hal tersebut bergantung pada kebutuhan penyidikan. Para saksi tersebut ditengarai memiliki kapasitas untuk penguatan bukti dalam penyidikan kasus e-KTP. ”Ada kebutuhan pemeriksaan yang lebih dari satu kali,” ucapnya. Di antara sekian banyak politisi, Setnov dan Agun Gunandjar paling sering diperiksa KPK terkait e-KTP. Sementara itu, kemarin ada dua politisi yang memenuhi panggilan KPK terkait dengan kasus e-KTP untuk tersangka Andi Narogong. Yakni, mantan Ketua DPR Marzuki Alie dan anggota DPR Melchias Marcus Mekeng. ”Saya sampaikan (kepada penyidik) semua orang, termasuk Andi Narogong, tidak saya kenal,” kata Marzuki usai diperiksa penyidik.(tyo)
saat pimpinan ditetapkan sebagai tersangka itu akan lebih baik bila mengundurkan diri. Ter sangka itukan sudah dekat dengan terdakwa,” ungkap dia. Aris menuturkan, marwah institusi politik semakin rendah dengan kasus-kasus korupsi yang terus terungkap. Termasuk dalam kasus e-KTP yang diduga melibatkan banyak politisi DPR. ”Kinerja mereka juga tidak terlihat di publik,” ungkap dia.

Masyarakat semakin tidak simpati dengan langkah DPR yang membentuk hak angket untuk mengusut KPK. Sebab, masyarakat sudah semakin punya penilaian kritis kepada DPR. ”Wajar kalau publik mencurigai langkah DPR yang diambil untuk pembentukan hak angket,” tambah dia. Sebelumnya, guru besar dari se jumlah perguruan tinggi di Ind onesia telah menyatakan keprihatinan terhadap segala upaya yang dapat melemahkan atau mengganggu eksistensi
KPK. Pernyataan dukungan kepada KPK ini disampaikan oleh perwakilan guru besar kepada Laode Syarif (wakil ketua KPK), awal pekan kemarin di Kantor KPK. Perwakilan guru besar yang hadir kemarin adalah Prof. Asep Saefuddin (IPB), Prof. Sulistyowati (UI), Prof Rhenald Kasali (UI) dan Mayling (UI). Guru besar antikorupsi didukung oleh 356 guru besar berbagai perguruan tinggi di Indonesia
“Kami mengimbau kepada Presiden Joko Widodo, pimpinan partai politik, dan pimpinan DPR/MPR RI, untuk tetap menjadi bagian penting bagi upaya pemberantasan korupsi dan mendukung langkah KPK memerangi korupsi,” kata Prof. Asep Saefuddin dalam keterangannya.

Prof. Asep juga mengatakan, KPK harus diperkuat. Upaya pelemahan terus terjadi lantaran banyak celah yang bisa disusupi oknum. Karenanya, ia mengimbau
dukungan kepada KPK harus terus diperkuat. Selain dari para guru besar, dukungan juga mengalir dari tokoh lintas agama. Kemarin, sejumlah tokoh agama mendatangi kantor KPK. Beberapa tokoh yabg hadir antara lain, KH Sholahudin Wahid, Gus Yusron (putra KH Hasyim Muzadi), Agus Susanto, Rynaldi Nababan, Lydia Nababan, Edwin Susanto, Ferdinanwati dan Henky Narto Sabdo.

Putra KH. Wahid Hasyim, Gus Sholah merasa prihatin dengan fenomena yang terjadi akhirakhir ini yang menimpa KPK. Gus Sholah menilai korupsi ini adalah sebuah tuntutan dari reformasi dan menurutnya pembentukan KPK adalah wujud dari upaya itu. “Tetapi kita lihat korupsi tidak berkurang, yang ditangkap makin banyak tapi korupsi juga makin banyak. Cuma enggak sampai tertangkap. Nah, kami ingin menyatakan dukungan kepada KPK,” ujar Gus Sholah.(jun)