JAKARTA–Gaya baru setoran awal haji makin beragam. Pembiayaan melalui ber utang hingga penggadaian kini tengah ra mai di kalangan masyarakat. Menyikapi hal ini, Kementerian Agama (Kemenag) se gera melakukan pembahasan khusus un tuk mengatur soal ragam pembiayaan ini.
Kasubdit Advokasi Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Abdurrazak Al Fakhir menuturkan, banyak hal yang harus dibahas lebih lanjut terkait cara pembayaran tersebut.
Misalnya, pertama, soal boleh tidaknya berhaji dengan perolehan biaya yang didapat dari berutang.
”Katakanlah boleh. Lalu, apakah ada jaminan kita dapat mengembalikan utang itu nantinya. Analisis dulu mudaratnya, baru manfaatnya,” ujarnya di Jakarta, kemarin (4/7).
Dia menjelaskan, utang memang tidak dilarang. Namun tidak juga dianjurkan. Bahkan, kata dia, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan umatnya untuk berutang. Apalagi berutang untuk haji.
Kemudian, belum lagi ancaman waiting list ke depan bila latah berutang untuk berhaji ini jadi sebuah gaya baru dan difasilitasi lembaga keuangan. Saat ini saja, waiting list haji sudah kisaran 3 jutaan orang. Bisa dibayangkan berapa panjang antrean ke depan.
Ini belum berbicara pada ketepatan atas akad. ”Saat ini ada Badan Pengelola Keuangan Haji. Tentu ada ujrah yang diperoleh jamaah haji (manfaat setoran awal). Jangan sampai hak manfaat setoran awal tidak dapat dijadikan koreksi aritmatika untuk pengurang kewajiban jamaah atas utangnya kepada lembaga keuangan itu,” tutur pria yang biasa disapa Abu Zak itu.
Menurutnya, secara kelembagaan, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga harus peka atas produk pembiayaan yang menjadikan haji sebagai branding-nya. Dia meminta agar OJK juga melakukan pemantauan agar lembaga-lembaga tersebut tidak kebablasan. Apalagi ini erat kaitannya dengan syariah Islam, dalam hal ini haji.
”MUI juga hendaknya melihat pergerakan gaya baru ini, agar ada fatwa yang jelas bagaimana aturan main soal pembiayaan, penggadaian terkait tentang setoran awal biaya haji ini,” tegasnya.
Dengan kepekaan dari dua badan tersebut, maka Kemenag juga dapat segera membuat regulasi yang tepat dan tepat untuk meminimalisasi persoalan yang akan terjadi mendatang. Menurutnya, lebih baik mencegah sejak dini. ”Lebih baik mencegah daripada mengobati. Mencegah bukan berarti melarang. Namun ada aturan main yang jelas, tepat dan tegas nantinya,” ujarnya.
Pun nantinya gaya pembiayaan tersebut dianggap sebagai hal yang sedikit mudarat dan banyak manfaat, menurutnya, masih harus ada pembahasan lebih lanjut. Yakni, terkait beban biaya bunga atau ujrah (istilah konvesional/istilah syariah) pinjaman. Misalkan, bunga atau ujrah khususlah yang diberlakukan, bukan bunga atau ujrah konsumtif pada umumnya. Jadi ada unsur tolong-menolong dalam kebaikan di dalamnya.(mia)