25 radar bogor

Di Balik Pernikahan Slamet Riyadi dan Rohaya, Pasangan Beda Usia 55 Tahun

CINTA TAK PANDANG USIA: Slamet Riyadi dan istri, Rohaya, saat melangsungkan pernikahan Minggu lalu (2/7) di Desa Karang Endah, Ogan Komering Ulu.
CINTA TAK PANDANG USIA: Slamet Riyadi dan istri, Rohaya, saat melangsungkan pernikahan Minggu lalu (2/7) di Desa Karang Endah, Ogan Komering Ulu.

Slamet Riyadi mengaku jatuh hati pada Rohaya yang lebih tua lima dekade darinya sejak dirawat kala sakit tiga tahun silam. Takpunya biaya, ijab kabulnya dibiayai aparat dan warga.

MAKSUD Slamet Riyadi sih sedikit bermanja-manja. Maklum, pengantin baru. Bahunya pun sedikit menyandar ke sang istri. Tapi, Rohaya (sang istri) tersipu. Merasa risi. ”Agak minggir sedikit,” katanya kepada suaminya yang baru berusia 16 tahun itu.

Senin siang lalu (3/7), di hadapan mereka memang ada sejumlah tetangga di Desa Karang Endah, Ogan Komering Ulu, yang turut meriung di ruang tamu rumah Rohaya. Salah seorang di antaranya iseng menggoda, ”Bagaimana nih malam pertamanya?”

Mungkin itu yang membuat Rohaya malu-malu. Namun, Slamet yang menikahinya sehari sebelumnya (2/7) tak hendak menyerah. Dia terus mendekat ke sang istri yang berusia 71 tahun tersebut. ”Biarlah. Kami kan sudah nikah,” katanya dengan nada mesra.

Perbedaan usia antara Slamet dan Rohaya itulah yang memang membuat mereka menjadi perhatian luas. Tak cuma di kalangan warga desa yang terletak di Kecamatan Lengkiti, Sumatera Selatan, tersebut.

Slamet adalah suami ketiga Rohaya, seorang nenek tiga cucu. Tapi, kepada Sumatera Ekspres (Jawa  Pos  Group)  yang menemuinya Senin siang lalu itu, Slamet menegaskan tak ambil pusing dengan usia maupun status sang istri. Sebab, dirinya benar-benar jatuh hati pada Rohaya.  Dia  adalah  cinta pertamanya. Bahkan, asmara tersebut sudah dipendam lulusan sekolah dasar itu sejak tiga tahun lalu. Persisnya sejak Rohaya merawatnya kala jatuh sakit selama hampir satu bulan.

Slamet  memang  tinggal sendirian di desa tersebut, begitu pula Rohaya. Ayah Slamet sudah meninggal. Sang ibu menikah lagi dan tinggal di kampung lain. Adapun  suami  Rohaya sebelumnya telah meninggal 12 tahun silam. ”Ternyata gayung pun bersambut,” kata Slamet tentang respons Rohaya saat dirinya pertama ”nembak”.

Rohaya mengaku sering merasa kesepian. Butuh pendamping. Kedua anaknya sudah menikah dan tinggal di rumah masing- masing. Ketiga cucunya juga ikut orang tua mereka.

Tiba-tiba, di tengah perbin- cangan dan kerumunan warga siang itu, pintu utama rumah ditendang dengan keras. Seorang pemuda yang masih mengenakan helm masuk ke rumah berukuran 4 x 6 meter tersebut.

Rupanya dia salah seorang cucu  Rohaya.  Bermaksud melabrak Slamet. Warga yang tengah  meriung  langsung mencegah. ”Mau diapakan lagi? Kan sudah terjadi,” tutur seorang warga seolah mengingatkan pria 20 tahunan itu.

Slamet maupun Rohaya hanya bisa  terdiam  menyaksikan kejadian tersebut. Sang cucu kemudian pergi dengan menggunakan sepeda motor. ”Pernikahan kami memang ditentang. Itu sebabnya tertunda beberapa kali,” kata Slamet lirih.

Siswoyo, ketua RT setempat, memastikan bahwa pernikahan keduanya murni didasari cinta dan kasih sayang. Bukan karena harta benda. ”Harta tidak ada. Kecuali rumah ini,” ucapnya.

Rumah kecil berlantai semen itu memang milik Rohaya. Dia membelinya  dari  seorang kerabat. Hingga sekarang masih menyisakan utang pembelian sebanyak Rp500 ribu.

Bahkan, lanjut Siswoyo, untuk biaya ijab kabul saja, pasangan tersebut tak punya. Semua ditanggung secara bersama- sama (urunan) oleh aparat desa dan  warga  setempat  yang bersimpati. Namun, khusus mahar Rp200 ribu langsung dari Slamet sendiri.

Pernikahan  keduanya berlangsung di rumah Siswoyo. ”Meski baru pertama kali, ijab kabul yang diucapkan Slamet sangat lancar. Hanya satu kali uji coba,” ungkapnya.

Amzal, kepala dusun setempat, menambahkan, sambutan warga  luar biasa. Ratusan yang datang. ”Kalau digelar siang hari, bisa lebih ramai lagi,” ujarnya.

Pernikahan Slamet dengan Rohaya sebenarnya direncanakan Jumat pekan lalu (30/6). Bahkan akan digelar di gedung serbaguna desa. Bukan hanya itu, pemerintah desa juga berencana mengundang unsur muspika. ”Namun, rencana dibatalkan karena ada salah satu pihak keluarga yang meminta jangan  dibuat  ramai.  Takut heboh,” kata Cik Ani, kepala Desa Karang Endah.

Menurut Cik Ani, penentangan dari keluarga Rohaya itu semata didasari usia mereka yang terpaut sangat jauh. Namun, keduanya  mengeluarkan ancaman: akan bunuh diri jika tak dinikahkan. ”Mau minum racun  rumput  kalau  tak dinikahkan,” imbuhnya.

Pemerintah maupun warga pun akhirnya mendukung niat keduanya. Termasuk ibu kandung Slamet. Memberikan restu setelah dihubungi via handphone. ”Saya yang menghubungi. Tapi, ibunya tak bisa hadir,” katanya.

Kini mahligai telah dibangun. Biduk telah mulai berlayar. Slamet pun berjanji membahagiakan sang istri. ”Doakan langgeng. Saya akan bekerja keras, ambil upahan membersihkan kebun warga dan kerja serabutan lainnya,” katanya. (*/JPG/c9/ttg)