25 radar bogor

Geber Sosialisasi Full Day School

JAKARTA–Polemik imple­mentasi sekolah lima hari terus menggelinding. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berupaya tidak ikut arus di dalamnya. Mereka mene­gaskan akan fokus sosialisasi kepada masyarakat. Apalagi, secara teknis, penerapan sekolah lima hari baru efektif akhir Juli nanti.

Mendikbud Muhadjir Effendy memilih tidak banyak komentar. Dia mengakui tidak tahu apa yang dimaksud dengan istilah Permendikbud 23/2017 di-hold (tahan) dahulu. Dia mengungkap­kan, saat menghadap Presiden Joko Widodo Rabu lalu (14/6), ditugas untuk intensif melakukan sosialisasi. ’’Agar tidak terjadi kesalahpahaman,’’ katanya.

Dia tetap menyebutkan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah 19/2017 tentang Guru dan Permendikbud 23/2017 tentang Hari Sekolah, kebijakan sekolah lima hari itu dijalankan secara bertahap. Jadi, tidak serta-merta diterapkan di sekolah. Sebab, Kemendikbud tetap memperhatikan kondisi sekolah. Dia mengakui bahwa untuk Indonesia, hampir tidak ada kebijakan yang bisa berlaku serta-merta untuk seluruhnya.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemen­dikbud Hamid Muhammad mengatakan, ada banyak kondisi yang bisa membuat sekolah lima hari mustahil untuk diterapkan. Seperti sebuah SD yang hanya memiliki dua bahkan satu orang guru saja. ’’Intinya, kriteria siap itu gurunya siap dan infra­strukturnya siap,’’ tutur dia.

Hamid mengatakan, hasil pemetaan Kemendikbud, target impelementasi sekolah lima hari Juli nanti 9.830 unit sekolah. Angka itu di luar dari usulan pemerintah daerah. Hamid mengatakan, implementasi sekolah lima hari paling cepat pekan ketiga Juli. Dengan catatan tidak ada instruksi dari presiden untuk mengubahnya. Hamid juga menjelaskan bahwa Kemendikbud akan fokus sosialisasi ke masyarakat.

Dia juga mengomentari kekhawatiran guru swasta yang gajinya kecil tetapi beban kerjanya bakal semakin panjang. Hamid menegaskan aturan delapan jam berada di sekolah hanya berlaku untuk guru PNS. Selain itu, juga untuk guru swasta yang mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG).

Untuk guru swasta yang belum mendapatkan TPG, tetap berada di sekolah seperti biasanya. Jika ada yang sepulang sekolah bekerja di bidang lain, tidak akan terganggu dengan penerapan sekolah lima hari dalam sepekan.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siraj menegaskan penolakannya pada rencana sekolah lima hari yang digagas Mendikbud Muhadjir Effendy. Sikap tegas itu, lantaran ada indikasi sekolah lima hari itu akan tetap dijalankan. Meskipun Presiden Joko Widodo minta agar ditunda.

“Seandainya menterinya (Mendikbud Muhadjir Effendy, Red) sudah menerima imbauan presiden kita tidak akan keras kayak gini. Indikasinya kan menterinya akan ngotot,” ujar dia di Kantor PBNU, petang kemarin (15/6).

Dia memperingatkan Kemen­dikbud agar tidak membuat perubahan yang merugikan banyak pihak. Saat ini sekolah dan madrasah diniyah sudah berjalan beriringan. Pagi hingga siang siswa belajar di sekolah. “Malamnya mengaji Alquran. Itu sudah indah banget kok,” ujar dia.

Setidaknya ada banyak hal yang mendasari penolakan dari PBNU. Yakni, penambahan waktu belajar di sekolah tidak selalu identik dengan perbaikan karakter; dinilai bertentangan dengan sistem pendidikan nasional tentang standar pelayanan minimal berbasis sekolah atau madrasah; dan berpotensi besar melampaui pada jumlah jam mengajar guru di sekolah. Selain itu, dari hasil pantauan PBNU, belum semua sekolah siap karena fasilitas yang masih minim.

Kondisi orang tua yang dianggap bekerja seharian juga tidak mencakup seluruh masyarakat. Masih lebih banyak orang tua yang punya banyak waktu untuk menemani anak-anaknya.

“Mengingat tingginya gejolak dan keresahan yang terjadi di masyarakat, maka dengan ini PBNU meminta kepada Presiden untuk mencabut membatalkan kebijakan lima hari sekolah,” kata KH Said membacakan pernyataan sikap PBNU.

Ketua LP Ma’arif NU Arifin Junaidi menuturkan sudah melayangkan protes sejak ide full day school itu muncul tahun lalu. Perubahan menjadi lima hari kerja menurut dia hanya beda istilah saja dengan konsekuensi sama. Siswa jadi lebih lama di sekolah.

“Pendidikan karakter itu di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kalau full day school seperti ini maka akan terkurangi salah satu, akan njomplang,” ujar dia.(wan/jun/tau)