25 radar bogor

Gorong-gorong Sholis Kekecilan

PENDANGKALAN: Kondisi gorong-gorong di bawah Jalan Sholis yang penuh sampah dan terjadi pendangkalan (Nelvi/Radar Bogor)

BOGOR– Sudah semestinya Pemkot Bogor memperhatikan kondisi infrastruktur drainase kota. Selain vital, daerah Kota Hujan yang banyak dialiri sungai kecil sangat memerlukan drainase dan gorong-gorong yang sesuai dengan jumlah debit air yang dilaluinya. Jangan sampai, kondisi gorong-gorong yang kecil justru akan menghambat aliran air dan dapat memicu banjir.

Seperti kondisi gorong-gorong beton atau culvert box yang berada di Jalan Sholeh Iskandar (Sholis). Selain kecil, culvert box tersebut juga sudah mengalami sedimentasi akibat jarang dilakukan pemeliharaan. Belum lagi, kondisi sungai yang sudah mengalami pendangkalan.

Mengatasi itu, langkah normalisasi sungai terus dila­kukan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Bogor. “Norma­lisasinya sebagian ada yang diusulkan melalui usulan dana pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD, sekarang masih dalam proses. Selama proses itu, kami juga punya dana untuk perawatan. Pada saat kemarin setelah banjir Sukaresmi, kami turun dengan rutin melakukan normalisasi. Dengan cara membuang sampahnya yang ada di sungai,” ujar Kasi Sumber Daya Air pada Dinas PUPR Kota Bogor, Ferry Firmansyah.

Langkah itu dilakukan agar kejadian banjir di Sukaresmi tidak terulang lagi dan tak terjadi di tempat lain. Untuk diketahui, akibat pendangkalan sungai dan drainase di Sukaresmi, membuat banjir bandang meluluhlantakkan Sukaresmi dan merusak sekolah juga beberapa rumah warga. Pada kejadian itu dua warga meninggal dunia akibat terseret air bah.

Terkait gorong-gorong Sholis, Ferry menjelaskan, ada beberapa drainase dan gorong-gorong yang tertanam di bawah Jalan Sholis, yang gunanya untuk meng-crossing (membuat simpangan) beberapa sungai. Salah satunya yakni saluran gorong-gorong yang berada sekitar 100 meter dari Lotte Mart.

Meski dimensinya berukuran 2 x 2 meter, tapi culvert box yang menghubungkan aliran sungai dari Kampung Cimanggu ke Kampung Kukupu itu, dirasanya sudah proporsional dan tidak kekecilan. “Ada beberapa gorong-gorong. Dimensinya tidak melulu dua meter, tergantung aliran air. Biasanya pada saat dipasang gorong-gorong, besarannya berdasarkan hasil perhitungan,” terangnya.

Perhitungan itu pun, menurutnya, sudah berdasarkan proyeksi wilayah tersebut sekitar 20 tahun ke depan. Jadi, tenaga ahli yang memasang gorong-gorong itu sudah memper­hitungkan bahwa akan sesuai dengan pembangunan Kota Bogor beberapa tahun ke depan.

“Kalaupun terjadi banjir, bisa saja wilayah tersebut perubahan lahannya lebih cepat dengan prediksi. Misalnya, diprediksi 20 tahun ke depan masih biasa, tapi rupanya belum sampai 20 tahun sudah hunian semua,” kata Feri.

Malah, menurutnya, pihak pengembang yang membuat permukiman seharusnya membuat perhitungan melalui konsep awal. Pengembang diminta menyesuaikan dengan kondisi eksisting drainase dan gorong-gorong yang ada. Sehingga, tidak menimbulkan dampak buruk untuk masyarakat maupun lingkungan.

“Harus mengonsep dulu, kalau dia bikin permukiman baru, kira-kira ada dampak tidak dari kondisi eksisting. Kalau kira-kira ada dampak, harusnya bisa meredam dari awal,” tandasnya. (rp1/c)