25 radar bogor

Kampung Muara Direlokasi

RATA DENGAN TANAH: Titik merah pada foto kiri adaIah lokasi permukiman warga yang berada tepat di bawah tanggul, di Kampung Muara Dua, Desa Cibunian, Pamijahan, Kabupaten Bogor.

BOGOR–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor memastikan banjir bandang di Kampung Muara Dua RT 03/02, Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, akibat kelalaian PT Jaya Dinamika Geohidroenergy (JDG). Penggarap proyek listrik tenaga mikrohidro itu dinilai ceroboh dalam pem­bangunan tanggul hingga jebol dan menimpa perkampungan di bawahnya.

“Mereka (korban dan warga terdampak banjir) akan diberikan ganti rugi oleh PT JDG. Untuk relo­kasi masih dalam pem­bahasan,” ujar Bupati Bogor Nurhayanti kepada Radar Bogor kemarin (12/6).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Pandji Ksatriadji menambahkan, dilihat dari persyaratan dokumen lingkungan, PT JDG memang telah memenuhi standar sesuai dengan Kepmen Nomor 5 Menteri Lingkungan Hidup. Namun, ada yang dinilainya kurang sesuai. “Pembuatan tulang beton yang kurang sesuai. Ditambah kelalaian juga (human error). Mereka (PT JDG) harus bertanggung jawab mengganti rugi. Tidak ada kaitannya dengan lingkungan hidup,” imbuh Pandji.

Sebab, menurut dia, apabila air di bendungan telah penuh, seharusnya pintu air segera dibuka. Namun pada saat itu, kondisi pintu air tertutup sehingga air melebihi kapasitas.

Di tempat terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ade Ruhandi mendesak bupati segera membentuk tim penanggulangan bencana Kampung Muara. Pasalnya, bukan sekali ini PT JDG membuat warga Cibunian sengsara.

“Harus bergerak cepat. Langkah apa yang harus diputuskan. Apakah relokasi, atau apa, segera,” cetusnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Ade Munawaroh Yasin, mengingatkan bahwa akibat kelalaian PT JDG, bukan hanya rumah warga yang rusak. Tetapi, jalanan desa juga ikut hancur. “Sudah berkali-kali. Pasti ada sesuatu yang salah. Amdalnya harus dikaji lagi agar tidak berulang,” tukasnya.

Ade mengatakan, Minggu (11/6), beberapa wakil rakyat menyambangi lokasi banjir bandang sebagai bahan laporan ke pemerintah pusat. Dari musyawarah tersebut menghasilkan solusi yakni relokasi kediaman korban.

“Bangunannya itu dihargai oleh perusahaan dan tanahnya juga dihargai. Tetapi masih tetap bisa digunakan untuk kegiatan pertanian, yang penting tidak dipakai bangunan lagi,” ujarnya.

Meski demikian, kata Ade, ganti rugi tersebut tidak menyelesaikan masalah. Artinya, ketika mereka harus pindah dari rumah sebelumnya, mereka harus bisa membeli rumah yang baru.

“Jangan sampai mereka sudah pindah dari situ dan mendapatkan uang, tapi uang itu tidak bisa digunakan untuk membeli rumah lagi karena kurang atau karena tidak mencukupi,” tegasnya.

Sementara itu, bencana yang diakibatkan PT JDG bukan hanya kali ini terjadi. Dari data yang dihimpun, masyarakat setempat sudah beberapa kali melakukan unjuk rasa ke Pemkab Bogor, menolak keberadaan PT JDG.

Ketua PK Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Kecamatan Pamijahan, Burhanuddin mengatakan, saat ini persoalannya bukan hanya dari perusahaan, melainkan pemerintah yang bekerja lamban. “Memang ada langkah-langkah yang mereka lakukan, tetapi hingga saat ini belum juga selesai,” ujarnya kepada Radar Bogor kemarin.

Permasalahan petani ikan yang beberapa waktu lalu terkena bencana serupa juga belum ada ganti rugi hingga kini. Terparah, Sungai Cianten mengalami kekeringan hingga menghilangkan ekosistem yang ada. “Termasuk uang yang dijanjikan akan diberikan kepada korban bencana yang terdahulu, tahun lalu, juga belum terealiasi sampai sekarang. Nah, malah sudah bencana lagi,” imbuhnya.

Ia berharap Pemkab Bogor tegas dengan memberikan rekomendasi ke pemerintah pusat. “Kalau izinnya dari pemerintah pusat, paling tidak pemerintah daerah juga membantu mendorong karena sebagai pemangku wilayah,” cetusnya.

Diakuinya, komunikasi dari pihak PT JDG kepada warga juga tidak maksimal. Hal itu membuat masyarakat kebingungan untuk berkomunikasi.

“Perhatian kepada lingkungan juga kurang. Bantuan yang diberikan dari CSR-nya tidak banyak,” akunya.

Untuk diketahui, pada 2016 lalu, DPRD Kabupaten Bogor menunjuk Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat, sebagai tim independen untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran pada proyek milik PT JDG. Hasilnya, Walhi menemukan pembangunan water way dilakukan di lokasi yang rawan bencana. Kemudian pembangunan telah menimbulkan longsoran tanah yang berdampak pada menyempitnya badan Sungai Cianten, hingga membanjiri rumah-rumah warga.

Tak hanya itu, bekas galian water way juga dibuang sembarangan dan menimbun sempadan sungai. Walhi juga tidak menemukan tempat khusus pengolahan sampah dari sampah-sampah yang telah disaring.

“Ketinggian bendungan tidak sesuai dengan rencana yang sudah ada. Konstruksi pembangunan yang rentan dan tidak menjamin keamanan dan ketahanan bangunan, juga saluran pembuangan air di headphone/pipa sangat kecil,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdan, saat itu.

Atas investigasi tersebut, Walhi merekomendasikan pemerintah menutup keempat PLTM milik PT JDG.

Sebelumnya diberitakan, tanggul milik PT JDG di Kampung Muara, Desa Cibunian jebol Sabtu (10/6) pagi. Dalam sekejap, air sungai berubah menjadi bah bercampur lumpur, menyapu belasan rumah warga. Tidak ada korban jiwa, tetapi puluhan warga terpaksa diungsikan ke tempat aman.

Ada 12 kepala keluarga yang rumahnya mengalami kerusakan parah. Di antaranya Anip (38), Eroh (74), Nani (48), Jaen (30), Otoy (32), Inta (34), Ocih (45), Odih (44), Jarim (60), Engkus (32), dan Anik (75).

Komisaris PT JDG John Paulus Pantauw mengatakan, pasca kejadian pihaknya akan melakukan analisis teknis yang dibantu Badan Geologi untuk merestruktur dengan sesuatu yang lebih aman dan dapat termonitor dengan baik. Lalu masyarakat yang rumahnya berada di bawah water way akan direlokasi.(rp2/d)