25 radar bogor

Empat WNI Tewas di Marawi

MENCEKAM: Tentara Filipina saat memeriksa warga Desa Sarimanok, Marawi City. Dalam tragedi Marawi, empat WNI tewas.

JAKARTA–Polri kembali mengung­kap keterlibatan WNI dalam serangan Kota Marawi, Mindanao, Filipina. Berdasar data Densus 88 Antiteror, tidak kurang 38 WNI terlibat aksi teror bersama kelompok Maute yang sudah berbaiat kepada ISIS. Dari angka tersebut, mereka menduga masih tersisa 22 WNI yang berperang melawan militer Filipina di Marawi. Sedangkan sisanya meninggal dunia dan sebagian sudah berada di Indonesia.

Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, informasi yang dia terima empat WNI meninggal dunia dalam konflik di Marawi. Dia tidak merinci identitas empat WNI tersebut. ”Total ada 38 WNI. Terdiri atas 37 laki-laki dan satu perempuan. Kemudian yang diduga tewas empat orang,” jelas dia. Sedangkan yang sudah kembali ke Indonesia enam WNI. Satu perempuan dan lima pria. Enam lainnya dideportasi oleh pemerintah Filipina.

Namun demikian, Setyo juga belum mengungkap identitas 12 WNI yang sudah berada di tanah air. Dia hanya memastikan bahwa mereka terlibat dalam gerakan yang digalang oleh Maute. Meski sudah berada di Indonesia, Polri tidak lantas dapat menyeret mereka ke meja hijau. Sebab, mereka tidak melanggar undang-undang (UU). ”Karena pelanggarannya kan dilakukan di luar negeri,” ucap alumnus Akpol 1984 tersebut. ”Itu kelemahan UU terorisme,” tambahnya.

Meski begitu, sambung Setyo, instansinya tidak tinggal diam. Saat ini Densus 88 Antiteror tengah mendalami aktivitas 12 WNI tersebut. Apabila terdata merupakan anggota sel, jaringan, atau kelompok teroris yang tengah dalam kejaran petugas, bukan tidak mungkin mereka dipidanakan. ”Kami akan sinkronkan (data). Kalau memang mereka ada kegiatan di Indonesia dan masuk profiling kami, bisa dipidanakan,” terang dia.

Untuk sementara, mereka bakal diawasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). ”Supaya mereka bisa kembali. Tidak menjadi radikal,” jelas mantan kapolres Bogor itu. Dia mengakui bahwa Polri tidak mungkin mengurus semua persoalan teroris. Perlu keterlibatan stakeholder lain. Termasuk di antaranya BNPT. Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi yang bakal membina 12 WNI tersebut.

Pendekatan dilakukan dengan beberapa teknik. ”Bisa di rumah kemudian disambangi. Ada juga yang di satu tempat (khusus),” ucap Setyo. Yang pasti, mereka mengupayakan agar 12 WNI itu tidak lagi radikal. Disamping mengurus WNI yang sudah berada di Indonesia, Polri juga terus mengawasi wilayah perbatasan Indonesia–Filipina di Sulawesi Utara. Khususnya di pulau-pulau terluar.(and/mia/syn)