25 radar bogor

Badan Siber dan Sandi Nasional Segera Dibentuk

 

Pemerintah Bisa Blokir Akses Medsos

JAKARTA–Keinginan pemerintah memiliki badan siber nasional akhirnya terwujud. Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) bakal dilebur ke dalam badan baru tersebut.

Tugas BSSN nantinya adalah segala hal yang berkaitan dengan cyber security. Mulai iden­tifikasi, deteksi, proteksi, penang­gulangan, hingga pemulihan gangguan siber. Pada dasarnya, fungsi BSSN hampir sama dengan Lemsaneg. Hanya, BSSN lebih fokus menangani ancaman cyber.

Karena itulah, Lemsaneg dilebur ke dalam BSSN. Mengingat, harus tetap ada bagian yang khusus menangani persandian. Menkominfo Rudiantara menjelaskan, setelah perpres ditandatangani, ada masa transisi empat bulan. ’’Kami sedang bicarakan, pengga­bungan antara yang di Kominfo dengan yang di Lemsaneg,’’ ujarnya saat ditemui di Kementerian Luar Negeri kemarin (1/6).

Rudi menuturkan, BSSN nantinya tidak hanya sekadar melindungi negara dari serangan cyber. Ketika serangan sudah telanjur terjadi, BSSN punya tugas untuk memperbaiki dampak akibat serangan dan memperkuat proteksi. ’’Badan ini bertanggung jawab ke presiden melalui menko polhukam,’’ lanjutnya.

Untuk saat ini, fungsi persandian masih tetap dipegang Lemsaneg sampai BSSN terbentuk. Begitu pula dengan keamanan informasi, masih dipegang oleh Ditjen Aptika Kemenkominfo.

Sementara itu, dalam hal pengelolaan konten media sosial, Rudi menyatakan, pihaknya masih terus berko­munikasi dengan pihak media sosial untuk bekerja sama menangkal konten-konten negatif. Sebab, hasil rapat dengar pendapat di Komisi I menu­gaskan pemerintah agar berlaku lebih tegas terhadap konten-kon­ten negatif di media sosial.

Selama ini, upaya yang dilakukan adalah memblokir akses orang tertentu terhadap akun media sosial. Misalnya, akun Facebook. ”Kalau kerja samanya susah, konten-kontennya negatif, bertentangan dengan keberadaan negara, itu Menkominfo bisa menu­tup Facebook-nya,’’ ucap Rudi. Dalam arti, Facebook tidak akan bisa diakses di Indonesia.

Hanya, tambah Rudi, kebijakan tersebut baru akan diberlakukan bila memang kondisinya sudah ekstrem. Dia membandingkan, sejumlah negara sudah memiiliki UU khusus yang mengatur tentang media sosial. Bila Indonesia ingin membuat UU serupa, membutuhkan proses yang panjang.

BSSN merupakan badan yang beberapa bulan belakang menjadi fokus Kemenko Polhukam. Mereka sibuk mempersiapkan badan tersebut guna mengurus berbagai persoalan berkaitan dengan persoalan siber. Menko Pol­hukam Wiranto berulang kali menyam­pai­kan bahwa Indonesia sudah sepatutnya memiliki badan yang sebelum­nya disebut Basinas itu.

Sependapat dengan Wiranto, peneliti Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Ibnu Dwi Cahyo berpendapat bahwa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah memiliki lembaga serupa BSSN sejak 2009.  ”Indonesia termasuk terlambat. Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” kata dia kepada Jawa Pos (Radar Bogor Group), kemarin.

Menurut pria yang akrab dipanggil Ibnu itu, akan semakin baik apabila ada undang-undang (UU) di balik BSSN. Bukan sekadar perpres. ”Agar lebih kuat,” imbuhnya. Dia pun berharap BSSN tidak hadir sebagai lembaga intelijen pasif. Melainkan menjadi cyber army yang mengamankan dan menyerang lawan jika memang dibutuhkan.

Melalui perpres yang ditandatangani presiden, BSSN dibentuk dengan dua elemen. Yakni, Lemsaneg dan unsur Kemenkominfo. Hal itu, kata Ibnu, sudah baik. Namun, akan lebih baik lagi apabila pemerintah turut melibatkan tenaga dari luar elemen tersebut. ”Seperti akademisi dan pakar yang memang menguasai keamanan siber,” ungkapnya.(byu/syn)