25 radar bogor

Bunker Ciomas Bercabang

Mata para arkeolog dan peneliti mulai tertuju pada terowongan bawah tanah (bunker) yang ditemukan di halaman Pesantren Al
Fatah, RT 01/02, Nomor 55 Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.
Mayoritas mengaku tertarik meneliti isi cagar budaya yang diduga peninggalan zaman pemerintahan Hindia Belanda tersebut.
Namun, beberapa mengingatkan agar aparat setempat mengamankan area sekitar untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Sebelum akhirnya mulut terowongan itu ditutup oleh muspika setempat kemarin (12/5), sejumlah santri Al Fatah sempat menelusuri terowongan tersebut dan merekamnya menggunakan kamera telepon genggam. Dari rekaman video yang diterima Radar Bogor, lubang yang terbentuk dari penggalian pekerja bangunan, tepat berada di atas mulut terowongan atau bunker tersebut. Gerbang bunker itu serupa pintu dengan bagian atas melingkar dan dilengkapi dengan teralis besi.

Sejumlah santri kemudian turun ke dalam lubang dan berjalan perlahan memasuki terowongan. Tampak bunker tersebut terendam air setinggi pinggang orang dewasa. Sorot kamera yang mengarah ke kanan dan kiri memperlihatkan dinding bunker berbahan batu yang tersusun rapi membentuk terowongan setengah lingkaran.

Kondisi di dalam bunker tampak gelap gulita. Hanya sorot lampu senter yang menjadi satu-satunya sumber cahaya. Suara gelombang air yang tercipta dari gerakan kaki para santri, menunjukkan air yang menggenang cukup tinggi. Beberapa meter melangkah, kamera tertuju pada sebuah ruangan di dalam bunker tersebut.

Tak lama, para santri kembali berjalan menelusuri terowongan. Hingga sekitar 10 meter berjalan, langkah santri terhenti pada simpangan. Ada dua terowongan lagi yang tampak masih jauh ke dalam. Gerakan kamera bergantian melihat lorong kiri dan kanan, memperlihatkan betapa terowongan itu masih panjang. “Udah leuleus (lemas, red). Balik aja,” tutur santri yang membawa kamera. Rupanya, udara begitu tipis hingga para santri kesulitan bernapas.

Melihat tayangan video yang dikirim Radar Bogor, Geolog LIPI, Adrin Tohari, menduga bunker tersebut peninggalan zaman Belanda. Sehingga ada kemungkinan, bunker tersebut menyimpan benda-benda berbahaya di masa peperangan. Semisal bom berdaya ledak tinggi. “Bisa saja (ada bom, red). Karena itu, harus diamankan. Harus ditutup untuk umum, sebelum penelitian lebih lanjut oleh lembaga yang berkompeten,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Geolog LIPI Dani Hilman menambahkan, pemerintahan setempat mulai desa dan kecamatan harus melakukan langkah antisipasi agar tak terjadi hal buruk. Termasuk mencegah masyarakat mencoba masuk tanpa peralatan pendukung. “Itu bisa berbahaya karena ada kandungan gas CO yang mematikan di ruang bawah tanah,” imbuhnya.

Dani menyebut, melihat bahan bangunan berupa tumpukan batu bata dan memiliki teralis besi di bagian pintu, maka diperkirakan bangunan peninggalan abad 19–20. Bisa peninggalan tentara Jepang, Belanda, atau pasca kemerdekaan. “Bisa bernilai sejarah, bisa tidak,” sebutnya.

Di bagian lain, Radar Bogor mencoba menelusuri jejak saksi bangunan tersebut pada tokoh- tokoh masyarakat sekitar. Salah seorang sesepuh di Desa Pagelaran, Anda Suhanda, mengatakan bahwa kawasan tersebut dahulu adalah lokasi benteng yang dikenal dengan nama Benteng Jogja Kecil.

“Dulu waktu kecil, ada cerita pemerintah Hindia Belanda menahan dan menghukum pribumi yang memberontak. Mereka dikumpulkan kemudian dijebloskan ke bunker ini. Dulu namanya gudang atau Jogja kecil. Seingat bapak, dulu kakek saya cerita itu,” tuturnya.

Di lokasi bunker, lanjutnya, ada sebuah penampungan dan penggilingan padi. Setelah kemerdekaan, ada perintah untuk menghancurkan bangunan peninggalan Belanda. “Saya ingat dulu masih remaja, sebelah sana ada bangunan gudang penggilingan padi,” ucapnya semakin menunjuk lokasi tak jauh dari kawasan pesantren tempat ditemukannya bunker tersebut.

Tak hanya itu, Anda mengaku ingat peristiwa penemuan tulang belulang manusia di sekitar lokasi tersebut, di era 1980-an. “Pernah menemukan tulang saat bangunannya masih hanya beberapa rumah dulu,” tukas kakek 74 tahun itu.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor Rahmat Surjana memastikan pihaknya segera meninjau lokasi bunker. Pengungkapan fakta di balik temuan itu membutuhkan penelitian para ahli. “Syukur- syukur jika benar bersejarah, alhamdulillah. Tapi, nanti kan harus dicek dulu kebenarannya. Saya akan ke lokasi,” terangnya.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor Wasto Sumarno mendesak pemerintah segera melakukan upaya penyelamatan aset cagar budaya. Pun jika bangunan tersebut terbukti cagar budaya, pemerintah juga harus mengapresiasi pesantren. Sebab, pesantren menjadi jalan ditemukannya lokasi cagar budaya. “Maka harus dilaporkan bahwa ada sesuatu peninggalan bernilai sejarah atau lebih dari itu,” sebut wakil ketua DPRD Kabupaten Bogor ini.

Pimpinan Pondok Pesantren Al Fatah, H Muhammad Nasrullah, kembali menceritakan awal mula penemuan bunker itu kepada Radar Bogor. Dalam pengerjaan pembangunan masjid di kawasan pesantren, seorang pekerja menemukan batu bata besar. Batu bata tersebut tak seperti umumnya batu bata yang berukuran kecil. Ukurannya dua kali lebih besar. “Jadi, memang kami menemukannya saat tengah membuat fondasi masjid. Memang sudah ada keluar air dari sebuah lubang,” ungkapnya.

Beberapa santri kemudian diutus untuk mengetahui isi lubang tersebut. Ternyata, di dalamnya terdapat bangunan terowongan dan terdiri dari lorong-lorong. Setelah diukur tingginya mencapai 1,3 meter dengan lebar 1 meter. “Di sana ada kamar ruangan kecil tapi tidak tahu persis. Ada persimpangan lorong juga,” ungkapnya.

Upaya penelusuran itu terpaksa dihentikan karena para santri mulai merasa sesak berada di dalam lubang. Kondisinya pun lembap dan gelap. Sementara pembangunan masjid di lahan 820 meter itu sementara ditunda. “Kami akan tunda. Sementara lubang pintu untuk masuk ke terowongan itu kami tutup agar tidak membahayakan,” kata dia.

Pihak pesantren, imbuhnya, akan memusyawarahkan temuan ini dengan alumni dan pengurus lainnya. Mengingat temuan tersebut berada di lokasi lahan masjid yang sedang dibangun.
Sebagai informasi, Ponpes Al Fatah didirikan pada 1976, oleh KH Hisbullah Al Haf. Pesantren tradisional Nahdatul Ulama ini mempelajari kitab dan pelajaran umum. Ponpes ini sudah mencetak sejumlah kiai yang notabene mempunyai santri dengan jumlah tidak sedikit.
Di pesantren ini, santri diajarkan berbagai macam ilmu agama, seperti ilmu fiqih dan tasawuf. Pesantren ini menekankan penguasaan ilmu Nahwu Shorof. Selain itu, para santri juga dibekali pengetahuan umum seperti pelajaran SMP dan SMA.

“Ada kegiatan ekstrakurikuler seperti dakwah, qira’atul quthub, marawis, kasidah, pramuka, dan sejumlah kegiatan lainnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Kapolsek Ciomas Hepy Hanafi mengatakan, berdasarkan kesepakatan Muspika Ciomas, lokasi tersebut akhirnya ditutup. “Jadi, sesuai kesepakatan antara Muspika, tokoh masyarakat dan pimpinan pondok pesantren, akhirnya terowongan atau bunker ditutup. Ini agar tidak membahayakan santri dan masyarakat pesantren,” tandasnya.

Sebelumnya, temuan ini menarik minat Sejarawan Universitas Padjadjaran, Kunto Sofianto. Kepada wartawan, Kunto mengatakan, pemerintah perlu meneliti lebih lanjut penemuan bunker tersebut. Bunker-bunker serupa, menurutnya, terdapat di wilayah yang menjadi pusat-pusat pemerintahan. “Gedung Sate dekat stasiun Bandung, kemungkinan juga. Tetapi kan ini belum diteliti,” ujarnya Kamis (11/5).(don/c)